Langsung ke konten utama

08-Khiyar Gahban


 

Khiyar Ghabn

 Khiyar Ghabn (hak pilih karena penipuan harga maupun barang)

Khiyar Ghabn merupakan apabila seseorang tertipu dalam objek dengan tipuan diluar batas kewajaran. Objek tersebut adalah pada harga dan barang. Bentuknya bisa berupa menambahkan harga oleh orang-orang yang ada disekitarnya. dengan kata lain, jika seseorang tertipu dalam jual beli dengan penipuan yang berat, maka seorang yang tertipu dia diberi pilihan apakah akan melangsungkan transaksinya atau membatalkannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:

لاَ تَنَاجَشُوْا

“Janganlah kalian melakukan jual beli najasy”

Najasy tersebut adalah bila ada orang yang hendak membeli sedang menawar barang yang diinginkannya, lalu ada orang lain yang menawarnya lagi dengan harga yang lebih tinggi. Sehingga harga menjadi naik. Bila terjadi akad dan beli, dia berhak mengembalikan barang jika dia tertipu dengan harga yang jauh dari harga biasanya.

Misal dalam lelang ada seseorang yang memeang sengaja hanya menawar untuk menaikkan harga padahal tidak ada niatan untuk membeli, tujuanya hanya untuk menaikkan harga. Maka mereka telah membeli pembeli

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain.” (HR. Ahmad I/313 no.2867, Ibnu Majah III/106 no.2340, dari Ubadah Radhiyallahu ‘Anhu. Lihat Silsilah As-Shahihah, karya Syaikh Al-Albani no: 250) dan sabdanya pula:
لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ
“Tidaklah halal harta seorang muslim kecuali dengan kelapangan darinya (dalam menjualnya)” (HR. Abu Ya’la III/140 no.1570. Lihat Irwaul Ghalil, karya Syaikh Al-Albani no: 1761) .
Dan orang yang tertipu tidak akan lapang jiwanya denga penipuan, kecuali kalau penipuan tersebut adalah penipuan ringan yang sudah biasa terjadi, maka tidak ada khiyar baginya.

Gambaran Pertama: Talaqqi Rukban (penjual tertipu baragnya dibeli dengan harga murah)

Talaqqi Rukban (orang-orang kota menghadang para pedagang yang datang dari pelosok untuk mengambil (menjualkan) barang dagangan mereka di kota). Jika orang-orang kota menyambutnya kemudian membeli barang dagangan mereka, dan telah terbukti secara jelas bahwa mereka (para pedagang dari pelosok) itu tertipu dengan penipuan yang besar, maka mereka berhak untuk khiyar (memilih untuk melangsungkan akad jual beli atau membatalkannya), karena Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda:
لاَ تَلَقَّوُا الْجَلَبَ , فَمَنْ تَلَقَّاهُ فَاشْتَرَى مِنْهُ فَإِذَا أَتَى سَيِّدُهُ السُّوقَ فَهُوَ بِالْخِيَارِ
“Janganlah kalian menghadang pedagang yang datang (dari pelosok) itu, maka barangsiapa yang menghadangnya dan membeli barangnya, jika kemudian dia datang ke pasar (dan ternyata mereka mengetahui harga yang semestinya), maka dia berhak untuk khiyar”. (HR. Muslim V/403 no.3802, dari hadits Abu Hurairah).

Di dalam hadits ini, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melarang untuk menghadang para pedagang yang datang dari pelosok di luar pasar yang di dalamnya terdapat jual beli barang, dan beliau memerintahkan jika penjual itu datang ke pasar lalu dia mengetahui harga-harga barang (yang beredar pada umumnya, pent), agar penjual tersebut diberi hak pilih untuk melanjutkan jual beli atau membatalkannya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menetapkan khiyar bagi para pedagang yang datang dari pelosok jika mereka dihadang di tengah jalan oleh para pembeli dari kota, karena di dalamnya ada unsur penyamaran dan penipuan (harga barang).

Ibnul Qoyim menjelaskan, “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melarang menghadang pedagang yang dating dari pelosok di tengah jalan dan membeli barangnya sebelum dia sampai di pasar karena adanya unsur penipuan terhadap penjual, yaitu penjual tidak tahu harga pada umumnya (yang semestinya), sehingga orang-orang di kota membeli darinya dengan harga minim. Oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasalam menetapkan hak khiyar bagi penjual (pedagang dari desa) setelah dia memasuki pasar.

Adapun tentang adanya khiyar dalam kodisi tertipu tidak ada pertentangan di kalangan para ulama karena penjual dari pelosok yang datang ke kota jika dia tidak tahu harga, maka dia teranggap tidak tahu terhadap harga-harga yang semestinya, sehingga dengan demikian pembeli telah menipunya. Demikian pula jika penjual menjual sesuatu kepada pembeli maka bagi pembeli berhak untuk khiyar jika dia masuk pasar dan merasa tertipu dengan penipuan yang berat (di luar kebiasaan). (Lihat Hasyiyah Ar-Raudhul Murbi’ IV/434, dinukil dari Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi karya Syaikh shalaih Al-Fauzan II/24).

Gambaran Kedua: Najasy

Adalah tertipu dengan harga. Penipuan yang disebabkan karena adanya tambahan harga oleh pelaku najasy. Yang dimaksud dengan An-Najisy ialah orang yag memberikan tambahan harga terhadap barang dagangan sedangkan dia sendiri tidak berniat untuk membelinya melainkan hanya sekedar untuk menaikan harga barang terhadap pembeli. Maka ini adalah perbuatan yang diharamkan. Nabi Shallahllahu ‘alaihi Wasallam telah melarang tindakan ini dengan sabdanya:
وَلاَ تَنَاجَشُوا
“Janganlah kalian saling berbuat najasy” (HR. Muslim V/302 no.3445, dari hadits Abu Hurairah), karena pada perbuatan ini ada unsur penipuan terhadap pembeli dan ini termasuk ke dalam makna Al-Ghisy (penipuan).

Termasuk ke dalam makna Najasy yang diharamkan adalah jika seorang pemilik barang mengatakan, “aku berikan barang ini kepada orang lain dengan harga sekian” atau “aku telah membelinya dengan harga sekian” padahal dia dusta.

Gambaran lain dari perbuatan najasy yang diharamkan adalah jika seorang pemilik barang mengatakan, “Tidaklah aku menjual barang ini kecuali dengan harga sekian atau sekian”, dengan tujuan supaya pembeli mau membelinya dengan harga minimal yang dia sebutkan seperti mengatakan terhadap suatu barang, “barang ini aku beli seharga lima ribu, dan aku jual dengan harga sepuluh ribu” dengan tujuan agar pembeli membelinya dengan harga yang mendekati nilai sepuluh ribu (padahal dia dusta, -pent).

Tambahan dari pomm ustadz erwandi

Jual beli tertipu dalam harga (najasy) jual belinya syah, Jika pembeli ridho maka tidak perlu mengulang akad, jik tidak ridho dengan manipulasi harga selangit ini maka pembeli boleh mengembalikan barang tersebut.

berap persen penjual boleh mengambil dari modal

-          Islam tidak menentukan berapa persen keuntungan, boleh sampai lebih serratus persen asal itu harga pasar. Maoritas ulama berpendapat jika telah ada pasar maka tidak boleh menajual dengan harga 30% dari harga pasar.

-          Yang dimaksud dengan modal adalah harga beli + biaya operasional sampai tempat berjualan

Bagaimana menentukan kita tertipu dengan harga dan

-           

Gambaran Ketiga: Ghabn Mustarsil.

Ibnul Qoyim berkata: “Di dalam hadits disebutkan, “Menipu orang yang mustarsil adalah riba”. (HR. Al-Baihaqi di dalam As-Sunan Al-Kubra V/571 no.10924, 10925 dan 10926. Hadits ini Bathil sebagaimana disebutkan Syaikh Al-Albani di dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah no: 668, dan Dha’if (lemah) seperti disebutkan dalam Dha’iful Jami’ no: 2908) .

Mustarsil adalah orang yang tidak tahu harga dan tidak bisa menawar bahkan dia percaya sepenuhnya kepada penjual, jika ternyata dia ditipu dengan penipuan yang besar maka dia punya hak untuk khiyar.

Pada masa kekhalifahan utsmaniyah, ditetapkan peraturan bahwa boleh mengambil keuntungan pada penjualan barang seperti berikut:
 
1
properti tanah dan rumah 20 %
1
hewan 10 %
1
Kebutuhan harian (minyak goreng dll) 5 % 

 

Ghabn adalah diharamkan karena padanya mengandung unsur penipuan terhadap pembeli. Dan di antara beberapa perkara yang diharamkan dan sering terjadi di pasar-pasar kaum muslimin ialah seperti sebagian orang ketika membawa barang dagangan ke pasar. Orang-orang di pasar sepakat untuk tidak menawar barang (dengan harga tinggi), dan mereka dengan sengaja menyuruh seseorang untuk menawar harga barang itu dari penjualnya. Apabila tidak ada pembeli yang bersedia menambah harga pembelian, maka akhirnya penjual itu terpaksa menjualnya dengan harga murah. Maka ini adalah Ghabn (penipuan) yang dzalim dan diharamkan. Apabila pemilik (penjual) barang itu mengetahui bahwa dia telah ditipu maka dia berhak untuk khiyar dan mengambil kembali barangnya. Maka wajib bagi yang melakukan penipuan seperti ini untuk meninggalkan perbuatan ini dan bertaubat darinya. Dan bagi yang mengetahui hal ini wajib baginya untuk mengingkari orang yang berbuat seperti ini dan menyampaikan kepada pihak yang berwenang untuk ditindak.

 

Artikel dari : https://abufawaz.wordpress.com/2011/04/28/أنواع-الخيار-في-البيع-macam-macam-khiyar-hak-pilih-dalam-akad-jual-beli-bagian-kedua/ 

dengan tambahan POMM Ijarah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Salam dan salam mawazi

  Disadur dari pembelajaran online muamalah maaliyah (POMM-ETA) Bai’assalam adalah pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Termasuk salah satu jenis jual beli dimana harga dibayar dimuka. Dan harga ini dinamakan modal salam. Barang yang telah disebutkan spesifikasi nya dan dalam tanggungan penjual ditunda penyerahannya. Barang ini disebut muslam fiyh. Penjual disebut muslam ilayhi. Pembeli disebut rabbus salam atau muslim. Modal salam disebut ra's mal salam. Terkadang salam disebut juga dengan salaf.  Salam disyariatkan dalam al Qur'an, Sunnah dan ijma'.  Di dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah (2) ayat 282: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ.... “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hedaklah kamu menulisnya....” Ibnu Abbas dalam atsar yang diriwayatkan oleh Imam Asy Syafi’i, Thabrani, Al Hakim dan Baiha

Pengertian Qardh dan ariyah

 Disadur dari Pendidikan Online Muamalah Maaliah - erwandi Tarmizi Associatiaon ( POMM-ETA) Qordh secara bahasa pinjaman Dalam bahasa Arab dan istilah para fuqaha ada 2 kata yang bermakna pinjaman yang dalam bahasa Indonesia di sebut dengan pinjaman dan konsekwensinya berbeda.  1. Qordh adalah memberikan kepemilikan sesuatu kepada orang lain agar bisa digunakan dan yang dikembalikan dengan gantinya (badal) bukan ainnya, dan  termasuk aqad tabarruat. Pada asalnya qordh ini termasuk aqad riba tapi dibolehkan karena ada kebaikan disana. Seorang memberikan uang pecahan 💯 ribu dengan nomor seri tertentu, kemudian sepekan kemudian dikembalikan dengan 2 pecahan 50 ribu. Ini terjadi riba karena tidak tunai (riba nasiah) . Tetapi Allah dan rasul-nya membolehkan. Hukum nya sunnah bagi yang meminjamkan dan dia mendapat pahala. Bahkan para fuqaha berdasarkan dalil-dalil aqad qordh ini lebih utama dari sedekah. Padahal qordh uang kita dikembalikan. Melihat biasanya sedekah diterima dari orang lain

Zhalim dalam Bermuamalah

   Dzalim disadur dari materi audio POMM - ETA, Pendidikan Online Muamalah Maaliyah Erwandi Tramidzi Association, sangat dianjurkan mengikuti pembelajaran ini... Definisi ⦁    Dzalim secara bahasa berasal dari kata dzulm yang diartikan kegelapan. Yang sering diartikan berarti menempatakan sesuatu bukan pada tempatnya. ⦁    Secara istilah  mengerjakan larangna serta meninggalkan perintah Allah. Maka setiap perbuatan yang melampaui ketentuan syariat adalah perbuatan dzalim, baik dengan cara menambah atau mengurangi. ⦁    Lawan kata dzalim adalha adl Penerapan Dzalim Allah telah mengutus para nabi dan rasul serta membekali mereka dengan kitab-kitab agar mereka menegakkan keadilan atas hak-hak Allah dan hak-hak manusia. Firman Allah dalam surat al hadid ayat 25 لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ ۖ وَأَنْزَلْنَا الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ و