Qaidatul wasail (wasilah) atau dikenal ta’awun tolong menolong dalam keburukan yang bisa wasilahnya dalam bentuk jual beli atau akad transaksi.
Dasar dari kaedah ini
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. ” (QS. Al Maidah: 2)
1. Hukum asal menjual barang yang halal maka mubah, bisa menjadi haram ketika ada dzan ghalit (dugaan kuat) bahwa itu digunakan maksiat. Misal menjual nasi dekat gereja, yang beli orang yang mau kebaktian.
2. Adapun jika ada syak (ragu2) digunakan untuk maksiat atau tidak maka ini masih boleh. misal menjual nasi di dekat gereja pada hari yang hari itu tidak ada kebaktian, dan kita juga ga yakin orang yang beli akan ikut kebaktian maka hukumnya masih boleh.
dari qaidah di atas maka akan dapat menjawab banyak masalah kaum muslimin
A. Kasus Menjual Asyir ( jus, anggur yang diperas dibiarkan beberapa waktu dengan syarat tidak melebihi tiga hari)
1. Jika pembeli adalah seorang yang mempunyai pabrik arak. Disini ada dzan ghalit jus anggur tersebut akan diolah menjadi khamr. Jus yang semula halal, tapi difermentasikan selama 3 atau 4 hari dia berubah menjadi khamr yang memabukkan. Maka hukum jual belinya tidak syah. Artinya tidak syah penjual mendapatkan imbalan uang, uangnya adalah haram. Keberadan barang di tangan pembeli pun tidak syah artinya si penjual bisa menarik akad dan menarik kembali barang yang dia jual dan mengembalikan uang pembeli.
2. Jika pembeli akan membuat khamr pada saat ini ijma ulama ini haram hukumnya dia jual.
3. Jika terjadi syak (ragu) kepada pembeli apakah asyir ini akan dijadikan khamr atau tidak maka disini hukumnya boleh.
B. Jual pisau ketika terjadi perang antar kampong sesama muslim
1. Jika penjual tahu bahwa yang membeli adalah dari kampung yang bermusuhan dan terjadi dzan ghalit pisau ini akan digunakan untuk berperang maka hukumnya menjadi haram
2. Jika masih syak apa jika si pembeli mungkin digunakan perang mungkin tidak (syak dan bukan dzanuil ghalit) maka pada asalnya boleh.
Dari sini bisa dijabarkan bolehkah saya menjual nasi di tempat oarng yang banyak melakukan bid’ah, atau di dekat gereja. Maka qidahnya :
1. Dipakai untuk berbuat maksiat atau tidak
2. Dzanul ghalit digunakan untuk acara maksiat
Walaupun disini komoditi yang dijual tidak secara langsung digunakan untuk maksiat missal alat music, bunga untuk kebaktian, maka jika terpenuhi 2 syarat di atas maka haram menjual disitu. Artinya jika hari biasa tidak terjadi kebaktian, maka ini syak mungkin iya mungkin tidak maka disini hukumnya boleh.
Dalilnya rasulullah berjual beli dengan yahudi. Dan yahudi disifati Allah sebagai orang yang banyak memakan harta haram dan melakukan riba dan harta haram. Bahkan nabi membeli langsung dari mereka, bukankah ini akan memperkuat ekonomi mereka? Pasti. Tapi yang dibeli rasulullah adalah makanan pokok, begitu pula menjual makanan pokok kepada non muslim maka hukumnya boleh.
disadur dari POMM Dasar Jual Beli
Komentar
Posting Komentar