Langsung ke konten utama

Jual Beli (bai'), Definisi, syarat, rukun

 



 Definisi

Definisi bai' secara bahasa menerima sesuatu dan memberikan sesuatu yang lain. Kata bai' adalah turunan dari kata baa' yang berarti depa hubungan nya adalah penjual dan pembeli saling mengulurkan depa nya untuk menerima dan memberi. Secara istilah bai' berarti saling tukar menukar harta dengan tujuan kepemilikan.

Hukum bai'

Hukum asal bai' adalah mubah namun terkadang bisa menjadi wajib, haram, sunnah dan makruh tergantung situasi dan kondisi asas maslahat. Dalil hukum bai'berasal dari Al Qur'an, hadits, ijma, dan logika

Dalil Qur'an

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

 “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” [Al-Baqarah: 275]

Dalil hadits

اَلْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا. “Al-Bayyi’an (penjual dan pembeli) memiliki hak khiyar (memilih untuk melanjutkan jual beli atau membatalkannya) selama keduanya belum berpisah.” [HR. Syaikhan]

Dalil ijma

Para ulama Islam dari jaman sahabat sampe sekarang sepakat jual beli hukum nya mubah

Logika

Manusia sangat membutuhkan barang yang dimiliki manusia lain dan salah satu jalan halal mendapatkan barang tersebut adalah dengan bai' dan Islam tidak melarang manusia melakukan hal-hal yang bermanfaat buat mereka.

Bentuk bai'

A. Ditinjau dari segi objek akad

A.1 tukar menukar uang dengan barang ini berarti bai' berdasarkan konotasinya. Misal tukar menukar rupiah dengan mobil.

A.2 tukar menukar barang dengan barang disebut juga muqoyadhah atau barter. Misal tukar buku dengan jam tangan.

A.3 tukar menukar uang dengan uang disebut juga dengan sharf. Misal tukar menukar rupiah dengan real

B. Ditinjau dari segi waktu serah terima

B.1 barang dan uang diserahterimakan dalam tunai. Ini bentuk asal bai'.

B.2 uang dibayar dimuka, barang menyusul di waktu yang disepakati dinamakan salam

B.3 barang diterima dimuka dan barang menyusul disebut bai' ajal jual beli tidak tunai misal jual beli kreditB.4 barang dan uang tidak tunai disebut bai' dayn bid dayn, jual beli hutang dengan hutang

C. Ditinjau dari segi menetapkan harga

C.1 musawawah bai'dengan cara tawar menawar yaitu penjual tidak menyebutkan harga pokok barang tetapi menetapkan harga tertentu dan membuka peluang ditawar, ini bentuk asl bai'

C 2 bai' amanah yaitu jual beli dimana penjual menyebutkan harga pokok barang lalu menyebutkan harga jual barang. Bai'jenis ini terbagi dalam 3

C.2.1 bai' murabahah yaitu penjual menyebutkan harga pokok barang dan laba misal penjual mengatakan barang ini saya beli Rp 10K dan saya jual Rp 11K atau saya jual 10% dari modal

C 2.2 bai' wadhiah yaitu penjual menyebutkan harga pokok barang dan menjual dibawah harga pokok misal penjual mengatakan barang ini saya beli Rp 10K dan saya jual Rp 9K atau saya potong 10% dari modal

C.2.2 bai' kauliyah yaitu penjual menyebutkan harga pokok dan menjual dengan harga tersebut misal penjual mengatakan barang ini saya beli Rp 10K dan saya jual Rp 10K atau sama dengan harga pokok

Rukun bai'

Bai' mempunyai 3 rukun

  1. Pelaku transaksi yaitu penjual dan pembeli
  2. Objek transaksi yaitu harga dan barang
  3. Akad jual beli yaitu segala tindakan yang dilakukan kedua belah pihak yang menunjukkan mereka sedang melakukan transaksi baik berupa perkataan atau perbuatan

Ada 2 bentuk akad

  1. Akad dengan kata dinamakan ijab qabul. Ijab yaitu kata yang diucapkan terlebih dahulu. Misal penjual berkata baju ini saya jual Rp 9K. Qabul yaitu kata yang diucapkan kemudian. Misal pembeli berkata barang saya terima
  2. Akad dengan perbuatan atau muaathah misal pembeli memberikan uang Rp 9K kepada penjual kemudian mengambil barang senilai itu. Tanpa mengucap kata dari kedua belah pihak.

Syarat syah bai', suatu bai' tidak terpenuhi tanpa syarat

  1. Kerelaan kedua belah pihak untuk melakukan transaksi 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا 

Arti: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian

dan sabda Rasulullah shalallahu alayhi wasallam

عن أبي سَعِيدٍ الْخُدْرِىَّ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ ».

Dari Abu Said Al-Khudri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yang namanya jual beli itu hanyalah jika didasari asas saling rela.” (HR. Ibnu Majah, no. 2269; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Jika seseorang dipaksa menjual barang miliknya, maka penjualan yang dia lakukan menjadi batal dan tidak terjadi perubahan kepemilikan, demikian pula seorang jika dipaksa membeli. Adapun seorang dipaksa dengan dasar hukum maka syah. Misal seorang terlilit hutang dipaksa qodhi menjual barang miliknya agar melunasi hutang-hutangnya.

Yang termasuk rela disini adalah canda dan sungkan. Seorang jika menjual atau membeli dengan dasar sungkan atau bercanda maka tidak syah karena tidak ada suka sama suka.

2. Pelaku akad adalah seorang yang dibolehkan melakukan akad yaitu orang yang telah baligh, berakal dan mengerti. Maka akad oleh anak belum baligh, orang gila atau idiot maka tidak syah kecuali dengan seizin wali

وَلَا تُؤْتُوا۟ ٱلسُّفَهَآءَ أَمْوَٰلَكُمُ ٱلَّتِى جَعَلَ ٱللَّهُ لَكُمْ قِيَٰمًا وَٱرْزُقُوهُمْ فِيهَا وَٱكْسُوهُمْ وَقُولُوا۟ لَهُمْ قَوْلًا مَّعْرُوفًا

Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik (an nisa 5)

Dan firman Allah dalam surat an nisa ayat 6

وَٱبْتَلُوا۟ ٱلْيَتَٰمَىٰ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغُوا۟ ٱلنِّكَاحَ فَإِنْ ءَانَسْتُم مِّنْهُمْ رُشْدًا فَٱدْفَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ أَمْوَٰلَهُمْ

Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya.

Anak kecil dikecualikan dari yang diatas, untuk transaksi yang nilainya kecil misal membeli kembang gula

3. Harta yang digunakan dalam transaksi telah dimiliki sebelumnya oleh kedua belah pihak. Maka tidak syah menjual atau membeli barang yang belum dimiliki tanpa seizin pemilik nya

عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ يَأْتِينِى الرَّجُلُ فَيُرِيدُ مِنِّى الْبَيْعَ لَيْسَ عِنْدِى أَفَأَبْتَاعُهُ لَهُ مِنَ السُّوقِ فَقَالَ : لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ


Dari Hakim bin Hizam, “Beliau berkata kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, ada orang yang mendatangiku. Orang tersebut ingin mengadakan transaksi jual beli, denganku, barang yang belum aku miliki. Bolehkah aku membelikan barang tertentu yang dia inginkan di pasar setelah bertransaksi dengan orang tersebut?’ Kemudian, Nabi bersabda, ‘Janganlah kau menjual barang yang belum kau miliki.‘” (HR. Abu Daud, no. 3505; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Adapun wakil,anak kecil, orang gila, pengurus anak yatim status nya disamakan dengan pemilik. Orang yang menjual barang yang belum dimiliki maka akad tidak syah dinamakan tasharaful fudhuli.

4. Objek transaksi adalah hal dibolehkan agama. Maka tidak boleh menjual khamr, alat musik, kaset lagu, video porn, 

إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى إِذَا حَرَّمَ شَيْئًا حَرَّمَ ثَمَنَهُ


“Sesungguhnya jika Allah Ta’ala mengharamkan sesuatu, maka Allah mengharamkan upah (hasil jual belinya).

Termasuk dalam hal ini barang yang hukum nya haram namun diperbolehkan dalam keadaan darurat misal bangkai, anjing dan anjing jaga

ثَمنُ الكَلبِ خَبيثٌ


“Hasil penjualan anjing itu kotor” (HR. Muslim no. 1568).

5. Objek transaksi adalah barang yang bisa diserahterimakan maka tidak syah menjual mobil yang hilang, burung di angkasa karena tidak dapat diserahterimakan

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar” [5]

6. Objek transaksi diketahui kedua belah pihak maka tidak syah jual beli barang yang tidak jelas. Maka tidak syah seorang bertransaksi saya jual mobil ini kepadamu kemudian pembeli mengatakan saya beli mobil darimu sedangkan mobil tersebut tidak diketahui spesifikasi nya

Cara mengetahui objek transaksi

1. Dengan melihat langsung ketika akad yang memungkinkan barang tersebut tidak berubah untuk rentang waktu tersebut

2. Spesifikasi barang dijelaskan dengan sejelas-jelasnya, seakan-akan orang yang mendengar melihat objek transaksi

7. Harga harus jelas, maka tidak syah seorang mengatakan saya menjual mobil ini dengan harga yang kita sepakati nantinya

Akad jual beli yang syah mempengaruhi kepemilikan barang, dari penjual kepada pembeli. Kepemilikan beralih karena akad, sekalipu belum terjadi qobdh.

 Misalnya: penjual berkata, “Aku jual mobilku kepadamu dengan harga 50 juta rupiah”, pembeli berkata, “Saya terima”. Dengan kata-kata tersebut kepemilikan barang telah berpindah dari penjual kepada pembeli walaupun surat balik nama belum keluar. Apabila surat balik nama telah keluar saat itu dikatakan kepemilikan mobil telah berpindah dan telah terjadi qabdh. Dengan demikian, qabdh berarti pihak pembeli telah dapat menggunakan barang tersebut, dan qabdh lebih dari sekedar peralihan kepemilikan.

 a.       Konsekwensi qobdh

Ada 2 yang merupakan konsekwensi qobdh

 1.       Kewenangan menggunakan barang seperti: menjualnya kembali. Dan tidak sah seseorang yang membeli barang kemudian dia jual kembali sebelum terjadi qabdh atas barang tersebut.

 Berdasarkan sabda nabi :

Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa nabi bersabda, “barang siapa membeli makanan maka jangan dijual sebelum terjadi serah terima barang” (HR. Bukhari- Muslim).

 Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, ia berkata, ” aku bertanya kepada rasulullah, jual-beli apakah yang diharamkan dan yang dihalalkan? Beliau bersabda,” hai keponakanku! Bila engkau membeli barang jangan dijual sebelum terjadi serah terima”. HR. Ahmad.

 Hikmah akad ini diharamkan, karena pihak penjual masih mengusai barang yang dijual, manakala dia tahu pembeli meraup keuntungan yang besar dari penjualan barang tersebut ke pihak lain, kemungkinan dia enggan menyerahkannya. Hal ini sering menyebabkan sengketa antara tiga pihak. Dan islam sangat menjaga untuk tidak terjadinya permusuhan dan kebencian sesama pemeluknya.

 2.       Tanggungjawab barang berpindah dari pihak penjual kepada pembeli. Jikalau barang lenyap setelah terjadi jual beli dan sebelum terjadi qabdh maka barang berada dalam tanggungan pihak penjual karena barang masih dalam garansinya, kecuali sebab lenyapnya oleh si pembeli. Dikecualikan dari kaidah di atas bilamana penjual bermaksud menyerahkan barang kepada pembeli, tetapi pembeli mengulur waktu sehingga barang lenyap. Maka garansi ditanggung pembeli, karena kelalaiannya.

 

b.       Cara Qabdh

 Penentuan cara qabdh merujuk kepada kebiasaan yang berlaku, caranya berbeda berdasarkan jenis barang, misalnya :

 1.       Qabdh properti seperti rumah dan tanah dengan cara memberi peluang kepada pembeli untuk menempatinya. 

2.       Qabdh makanan, pakaian dan perkakas dengan cara memindahkannya dari tempat semula.

3.       Qabdh emas, perak dan permata dengan cara mengambilnya dengan tangan.

4.       Qabdh uang dengan cara memegangnya dengan tangan atau dibukukan dalam rekening bank.

5.       Qabdh mobil dengan cara membawanya keluar dari tempat semula atau dengan cara menerima dokumen yang telah tercantum nama pembeli.

 Dan begitu seterusnya, Qabdh setiap barang merujuk kepada kebiasaan yang berlaku.

Qaidatul wasail (wasilah)  atau dikenal ta’awun tolong menolong dalam keburukan yang bisa wasilahnya dalam bentuk jual beli atau akad transaksi.

 Dasar dari kaedah ini

 

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. ” (QS. Al Maidah: 2)

1.      Hukum asal menjual barang yang halal maka mubah, bisa menjadi haram ketika ada dzan ghalit (dugaan kuat) bahwa itu digunakan maksiat. Misal menjual nasi dekat gereja, yang beli orang yang mau kebaktian. 

2.      Adapun jika ada syak (ragu2) digunakan untuk maksiat atau tidak maka ini masih boleh. misal menjual nasi di dekat gereja pada hari yang hari itu tidak ada kebaktian, dan kita juga ga yakin orang yang beli akan ikut kebaktian maka hukumnya masih boleh.

dari qaidah di atas maka akan dapat menjawab banyak masalah kaum muslimin 

A.    Kasus Menjual Asyir ( jus, anggur yang diperas dibiarkan beberapa waktu dengan syarat tidak melebihi tiga hari)

1.      Jika pembeli adalah seorang yang mempunyai pabrik arak. Disini ada dzan ghalit jus anggur tersebut akan diolah menjadi khamr. Jus yang semula halal, tapi difermentasikan selama 3 atau 4 hari dia berubah menjadi khamr yang memabukkan. Maka hukum jual belinya tidak syah. Artinya tidak syah penjual mendapatkan imbalan uang, uangnya adalah haram. Keberadan barang di tangan pembeli pun tidak syah artinya si penjual bisa menarik akad dan menarik kembali barang yang dia jual dan mengembalikan uang pembeli. 

2.      Jika pembeli akan membuat khamr pada saat ini ijma ulama ini haram hukumnya dia jual.

3.      Jika terjadi syak (ragu) kepada pembeli apakah asyir ini akan dijadikan khamr atau tidak maka disini hukumnya boleh.

B.     Jual pisau ketika terjadi perang antar kampong sesama muslim

1.      Jika penjual tahu bahwa yang membeli adalah dari kampung yang bermusuhan dan terjadi dzan ghalit pisau ini akan digunakan untuk berperang maka hukumnya menjadi haram

2.      Jika masih syak apa jika si pembeli mungkin digunakan perang mungkin tidak (syak dan bukan dzanuil ghalit) maka pada asalnya boleh.

Dari sini bisa dijabarkan bolehkah saya menjual nasi di tempat oarng yang banyak melakukan bid’ah, atau di dekat gereja. Maka qidahnya :

1.       Dipakai untuk berbuat maksiat atau tidak

2.       Dzanul ghalit digunakan untuk acara maksiat

Walaupun disini komoditi yang dijual tidak secara langsung digunakan untuk maksiat missal alat music, bunga untuk kebaktian, maka jika terpenuhi 2 syarat di atas maka haram menjual disitu. Artinya jika hari biasa tidak terjadi kebaktian, maka ini syak mungkin iya mungkin tidak maka disini hukumnya boleh.

Dalilnya rasulullah berjual beli dengan yahudi. Dan yahudi disifati Allah sebagai orang yang banyak memakan harta haram dan melakukan riba dan harta haram. Bahkan nabi membeli langsung dari mereka, bukankah ini akan memperkuat ekonomi mereka? Pasti. Tapi yang dibeli rasulullah adalah makanan pokok, begitu pula menjual makanan pokok kepada non muslim maka hukumnya boleh.


Persyaratan dalam jual beli
a.    Definisi
Maksud memberikan persayaratan dalam jual beli adalah salah satu pihak memberikan persyaratan tertentu diluar ketentuan akad agar nilai tambah misal ahmad membeli mobil dengan syarat mobil tersebut harus dikirim ke kota diluar kota akad dilakukan.
b.    Perbedaan memberikan persyaratan dalam jual beli dan syarat syah jual beli
1.    Syarat jual beli ditentukan oleh agama sedangkan memberikan persyaratan dalam jual beli ditentukan oleh salah satu pihak pelaku dalam akad transaksi
2.    Bila salah satu syarat syah jual beli dilanggar maka akad yang dilakukan tidak syah namun bilamana persyaratan dalam jual beli dilanggar maka akdnya tetap syah hanya saja pihak yang memberikan persyaratan berhak khiyar untuk melanjutkan atau membatalkan akad
c.    Hukum asal memberikan persyaratan dalam bai
Hokum asal memberikan persyaratan dalam bai’ adalah syah dan mengikat maka dibolehkan bagi kedua belah pihak menambahkan persyaratan dari akad awal
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.” (Qs. al Maidah: 1)
Diriwayatkan dari Amru bin Auf bahwa Nabi bersabda," Orang islam terikat dengan persyaratan (yang mereka buat) selagi syarat itu tidak mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram". (HR. Tirmizi)
d. Jenis-jenis persyaratan dalam Bai
dibagi menjadi 2 bagian :
1. persyaratan yang dibenarkan, ini merupakan hukum asal bai diantaranya
1.1.  persyaratan yang seusai dengan tuntutan akad misal seseorang membeli mobil dan mensyaratkan kepada penjual agar menanggung cacatnya. jaminan barang bebas dari cacat sudah menjadi kewajiban penjual, baik disyaratkan pembeli atau tidak, akan tetapi persyaratan disini bisa berfungsi sebagai penekanan.
1.2. persyaratan tautsiqiyah yaitu penjual mensyratkan pembeli mengajukan dhomin (Barang agunan) biasanya untuk jual beli tidak tunai atau kredit dan bilamana pembeli terlambat memenuhi angsuran maka penjual berhak menuntut penjamin untuk membayar atau menjual barang agunan serta menutupi angsuran serta menutupi hutang dari penjualan barang tersebut
1.3. persyaratan wasfiyah yaitu pembeli mengajukan persyaratan kriteria tertentu pada barang atau cara tertentu pada pembayaranmisalnya pembeli mensyaratkan warna mobil yang diinginkannya, hijau atau pembayaranya tidak tunai.
1.4. persyaratan manfaat pada barang misal penjual mobil mensyaratkan memakai mobil tersebut selama satu minggu sejak akad atau pembeli kain mensyaratkan penjual untuk menjahitnya.
1.5. persyaratan taqyidiyah yaitu salah satu pihak mensyaratkan hal yang bertentangan dengan kewenangan kepemilikan misal penjual tanah mensyaratkan pembeli untuk tidak menjualnya ke orang lain karena tanah tersebut bersebelahan dengan rumahnya dan dia tidak ingin mendapatkan tetangga yang kurang baik
1.6. persyaratan akad fie akad yaitu menggabung dua akad dalam satu akad misal penjual berkata saya jual mobil ini kepadamu seharga Rp 40 Juta dengan syarat anda jual rumah anda kepada saya  seharga Rp 150 Juta, penjual berkata saya jual mobil ini kepadamu seharga Rp 40 Juta dengan syarat anda sewakan rumah anda kepada seharga Rp 5 Juta  selama 1 tahun. persyaratan ini dibolehkan selama salah satu akadnya bukan akad qordh
1.7. syarat jazaai (persyaratan denda atau penalty) yaitu persyaratan yang terdapat dalam satu akad mengenai pengenaan denda apabila ketentau akad tidak dipenuhi. persyaratan ini dibolehkan jika objek akadnya adalah kerja bukan harta.
    misal seseorang membuat kesepakatan dengan kontraktor untuk membangun rumah seharga Rp 500 juta rumah tersebut akan diterima setelah 1 tahun sejak akad ditanda tangani. bilaman penyerahan terlambat maka kontraktor dikenakan denda potongan sebanyak 1 persendari harga keseluruhan untuk setiap bulan keterlambatan. persyaratan ini dibolehkan oleh fatwa dewan ulama arab saudi.
    sesorang menjual mobil dengan cara kredit dan memberikan persyaratan denda keterlambatan pembayaran angsuran kepada pembeli sebanyak 1 persen dari harga keseluruhan untuk setiap bulan keterlambatan. persyaratan denda ini termasuk riba dayn yang diharamkan.
1.8. syarat ta'liqiyah misal penjual berkata saya jual mobil ini kepadamu dengan harga Rp 50 juta jika orang tuaku setuju. lalu pembeli berkata "saya terima". dan bila orang tua penjual setuju maka akad mejadi syah. termasuk dalam persyaratan ini adalha uang muka.
hampir semua bentuk persyaratan di atas dibolehkan oleh isslam dan wajib dipenuhi karena keinginan manusia berbeda beda dan ini sesuai dengan tujuan umum jual beli  dibolehkan.

2. persyaratan yang tidak dibenarkan, terbagi menjadi 2 :
2.1. persyaratan yang dilarang oleh agama, diantaranya persyaratan menggabung akad qordh dengan bai; misal pak ahmad meminjamkan kepada pak kholid  sebanyak Rp 50 juta dan akan dikembalikan dengan jumlah yang sama dengan syarat pak kholid menjual mobilnya kepada pak ahmad dengan harga Rp 30 juta. persyaratan ini hukumnya haram, karena media menuju riba, karena bisa jadi harga mobil pak kholid lebih mahal dari tawaran pak ahmad akan tetapi dia merasa sungkan menaikkan harga mobil mengingat pinjaman yang akan ia terima. Rasulullah sahlallahu 'alaihi wassalam bersabda
Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ وَلاَ شَرْطَانِ فِى بَيْعٍ وَلاَ رِبْحُ مَا لَمْ تَضْمَنْ وَلاَ بَيْعُ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
Tidak halal menggabungkan utang dengan jual beli, tidak pula dua syarat dalam jual beli, tidak pula keuntungan tanpa ada pengorbanan, dan tidak pula menjual barang yang tidak kamu miliki. (HR. Ahmad 6671, Abu Daud 3506, Turmudzi 1279 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
2.2. persyaratan yang bertentangan dengan tujuan akad. misal seseorang menjual mobil dengan syarat kepemilikan mobil tidak berpindah kepada pembeli. persyaratan ini bertentangan dengan tujuan akad karena tujuan akad bai adalah perpindahan kepemilikan dari penjual kepada pembeli. dan dengan adanya persyaratan ini akad jual beli menjadi semu.
Inilah bentuk-bentuk persyaratan yang tidak dibenarkan dan tidak wajib dipenuhi, berdasarkan sabda nabi: “Setiap persyarata yang bertentangan dengan agama Allah tidak sah sekalipun berjumlah 100 persyaratan”. (HR. Bukhari-Muslim)
II. Waktu bai'
bai tidak terikat dengan waktu tertentu dan dibolehkan melakukan bai kapan saja selama tidak tertinggalnya suatu kwajiban . dengan demikian tidak dibolehkan orang yang wajib shalat jumat melakukan akad setelah adzan dikumandangkan karena saat itu dia diperintahkan untuk bersegera menuju masjid melakukan rangkaian shalat jumat . berdasarkan firman allah
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاَةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرُُ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” [Al Jum’ah:9].
dan dalam hal ini juga menghadiri shalat berjamaah, dilarang seorang berjual beli ketika shalat telah dimulai.
III. tempat bai
bai tidak disyaratkanpada tempat tertentu. boleh dilakukan dimana saja kecuali masjid.
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, ia mengatakan:

نهَى رسولُ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم عنِ الشراءِ والبيعِ في المسجدِ وأن تُنشَدَ فيه الأشعارُ وأن تُنشَدَ فيه الضَّالَّةُ وعنِ الحِلَقِ يومَ الجمُعَةِ قبلَ الصلاةِ

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melarang melakukan jual-beli di masjid, dan melarang melantunkan nasyid berupa sya’ir-sya’ir, dan melarang mengumumkan barang yang hilang, dan melarang mengadakan halaqah sebelum shalat Jum’at” (HR. Ahmad 10/156, Ahmad Syakir mengatakan: “sanadnya shahih”).
diantara hikmah hadits diatas agar masjid terhindar dari kegaduhan yang melalaikan seperti yang terjadi di pasar. termasuk dalam larangan ini juga melakukan transaksi jual beli saham dengan PDA saat berada di dalam masjid.

Apabila seorang penjual menjawab pertanyaan pembeli melalui telpon genggam mengenai ketersediaan stok barang ketika berada di dalam masjid, dan setelah itu pembeli yang sedang berada di rumah memesan barang dan penjual menyetujuinnya, maka penjual berdosa atas transaksi jual beli tersebut.

1 Apabila seorang penjual menjawab pertanyaan pembeli melalui telpon genggam mengenai ketersediaan stok barang ketika berada di dalam masjid, dan setelah itu pembeli yang sedang berada di rumah memesan barang dan penjual menyetujuinnya, maka pembeli tidak berdosa atas transaksi jual beli tersebut.

Khiar majelis.


a. Majelis berarti: tempat transaksi, dengan demikian khiar majelis berarti hak pelaku transaksi untuk meneruskan atau membatalkan akad selagi mereka berada dalam tempat transaksi dan belum berpisah.

Khiyar adalah hak penjual dan pembeli untuk tidak melanjutkan jual beli. Apabila terjadi akad maka akad tersebut menjadi lazim (mengikat). Bila telah terpenuhi ruku dan syaratnya, maka dengan akad tersebut status kepemilikan barang telah berpindah kepada pembeli daan uang kepada penjual, bersifat lazim. Tidak bias salah satu pihak mencabut. Karena allah berfirman

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.” (Qs. al Maidah: 1)

Maka tidak bisa seeseorang yang telah menjual barangnya, kemudian setelah beberapa hari karena harga barang menjadi tinggi kemudian dia katakan saya tidak jadi menjual. Atau seseorang telah melakukan akad jual beli, kemudian pembeli telah keluar ruang ketika melakukan akad. Setelah keluar ruangan pembeli berubah fikiran untuk tidak jadi dan berencana membatalkan dan mengembalikan barang yang telah dibeli, maka ini sudah tidak bias. Jika pembeli memaksa maka dia telah memakan harta dengan tidak syah karena berarti dia telah melakukan pemksaan dalam jual beli yang kedua (maksdunya mengembalikan barang dan menerima uang kembali). Karena allah telah menetapkan wahai orang-orang yang beriman penuhilah akad2 kalian.

Kasus jual beli rumah secara kredit

Bila barang telah dijual secara tidak tunai kemudian dalam perjalanan pembayaran tidak tunai tersebut pembeli tidak mampu melakukan angsuran bukan karena kelalaiannya, maka tidak ada hak penjual menarik barang tersebut. Karena hak kepemilikan barang telah berpindah kepada pembeli walaupun belum tunai. Jika pembeli mengalami keadaan sulit hingga tidak mampu mengangsur maka yang dilakukan penjual adalah menunggu.

وَإِن كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَن تَصَدَّقُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.(QS. Al Baqarah : 280)
 kecuali disyaratkan dibuat perjanjian di awal barang yang dijual tersebut menjadi barang jaminan (karena tanpa perjanjian di awal ini maka tidak ada hak penjual untuk menjualkan barang tersebut. Karena belum jatuh tempo, kecuali jika telah jatuh tempo missal 5 tahun. Tapi ini akan terlalu lama. bisa dibuat jika dalam tiga kali angsuran berturut-turut pembeli tidak mampu mengangsur dan tidak ada itikad baik maka pembeli mewakilkan kepada penjual untuk menjualkan barangnya), maka statusnya rumah tersebut adalah rahn (barang jaminan) dengan pembeli mewakilkan kepada penjual untuk menjualkan barang jaminan jika terjadi gagal mengangsur. Dan setelah barang gadai tersebut laku, maka hasil penjualan tersebut digunakan untuk menutupi hutang pembeli dan sisanya diberikan kepada pembeli. Missal sebuah rumah telah diangsur seharga Rp 300 juta, kemudian telah diangsur oleh pembeli sebesar Rp 200juta, sisa angsuran Rp 100 juta. kemudian karena pembeli tidak mampu mengangssur akhirnya dijual rumah tersebut dan laku sebesar Rp 500 juta. Maka penjual hanya berhak mengambil Rp. 100juta sedangkan Rp. 400juta diberikan kepada pembeli.

 


b. Dalil


Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam bahwa Nabi bersabda, "Penjual dan pembeli memiliki hak khiar selama mereka belum berpisah maka jika keduanya jujur dan saling terbuka niscaya akad mereka diberkahi dan jika keduanya berdusta dan saling menutupi dicabut keberkahan dari akad yang mereka lakukan". (HR. Bukhari Muslim).


c. Hikmah Penetapan Hukum Khiar

Terkadang, seseorang setelah menjual atau membeli suatu barang timbul dalam dirinya penyesalan maka dengan khiar majelis dia berhak untuk rujuk.


d. Waktu Khiar Majelis

Khiar majelis merupakan hak kedua pihak, waktunya dimulai dari awal akad dan berakhir saat jasad kedua belah pihak berpisah dari tempat akad berlangsung sekalipun akad tersebut berlangsung lama. Bilamana akad berlangsung via telepon waktu khiar berakhir dengan ditutupnya gagang telepon. Dan bilamana berlangsung via internet menggunakan program messenger maka waktu khiar berakhir dengan ditutupnya program tersebut. Dan bila berlangsung dengan cara mengisi daftar belanja maka ijabnya dengan mengisi daftar yang kemudian dikirim ke pihak penjual, sedangkan pengiriman daftar dari pihak penjual dianggap sebagai qabul. Dan khiar berakhir dengan terkirimnya daftar belanja yang telah diisi sebelumnya.

e. Menafikan/menggugurkan khiar:

Dibolehkan menafikan dan menggugurkan khiar majelis. Menafikan khiar, yaitu: kedua belah pihak sepakat sebelum melakukan akad untuk tidak ada hak khiar bagi keduanya dan akad menjadi tetap dengan ijab dan qabul. Menggugurkan khiar, yaitu: kedua pihak melakukan transaksi, setelah transaksi dan sebelum berpisah mereka sepakat menggugurkan khiar, ini biasanya terjadi manakala mejelis akad
terlalu lama.


f. Upaya tipuan untuk menggugurkan khiar:

Tidak dibenarkan kedua-belah pihak melakukan tipuan untuk menggugurkan khiar, seumpama: bersegera meninggalkan majeli akad dengan maksud hak khiar gugur dari pihak lain. Berdasarkan hadist nabi :
Penjual dan pembeli memiliki hak khiar selama mereka belum berpisah, kecuali akad khiar syarat dan tidak dibolehkan seseorang sengaja meninggalkan majelis akad karena khawatir pihak lain membatalkan akadnya. HR. Ahmad


Khiar Syarat:

a. Definisi.

Khiar syarat, yaitu: kedua pihak atau salah satunya berhak memberikan persyaratan khiar dalam jangka waktu tertentu. Misalnya: Pembeli berkata," aku beli barang ini dengan syarat aku berhak khiar selama 1 minggu. Maka dia berhak meneruskan atau membatalkan transaksi dalam tempo tersebut sekalipun barangitu tidak ada cacatnya.

Salah yang menyebabkan satu akad yang semula lazim selama didalamnya tidak ada pelanggaran sebab sryari yaitu khiyar syarat.

Dalam khiyar syarat ini telah berpisah majelis, tapi sebelum berpisah majlis tersebut salah satu pihak transaksi mensyaratkan mendapatkan khiyar membatalkan akad dalam waktu yang ditentukan. Bedanya khiyar syarat ini diusahakan oleh pihak yang bertransaksi sedangkan khiyar majlis telah ditentukan oleh syariat.

b. Dalil:

Diriwayatkan dari Amru bin Auf bahwa Nabi bersabda," Orang islam terikat dengan persyaratan (yang mereka buat) selagi syarat itu tidak mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram". (HR. Tirmizi)

c. Syarat sah khiar syarat:

Agar khiar syarat dianggap sah disyaratkan 2 hal:

1. Kedua belah pihak saling rela, baik kerelaannya terjadi sebelum atau saat akad berlangsung.

2. Waktunya jelas sekalipun jangkanya panjang. Missal pembeli beri saya khiyar waktu tertentu namun tidak jelas samapi kapan. Atau pembeli mengatakan anda boleh mengembalikan barang ini sampai kapanpun, ini tidak boleh karena gharar.

 

d. Berakhirnya masa khiar syarat

ulama syafiie dan Hanafi mengatakan maksimala 3 hari. Berdasarkan hadits2 tentang khiyar. Sedangkan menurut hanabilah mengatakan tidak ada ketentuan, artinya Khiar syarat berakhir ditandai dengan berakhirnya jangka waktu yang telah disepakati atau keduanya sepakat mengakhiri waktu khiarsebelum berakhirnya waktu yang disepakati sebelumnya. Berdasarkan hadit “orang muslim itu berdasarkan akad2 mereka”. Dan inilah yang lebih kuat.

Dalam berlansungnya khiyar tidak boleh pembeli melakukan tasharruf missal dengan menjaul ke poihak lain, atau menghibahkan atau pemindahtanganan lainnya.

Ketiak berlangsung khiyar ini status barang ada pada pembeli sedangkan status kepemilikan harga barang (uang) ada pada penjual. Sehingga pembeli berhak menggunakan barang ini. Missal dijual mobil, kemudian pembeli mensyaratkan hak khiyar 2 hari, kemudian mobil telah dipakai pembeli untuk perjalanan 600 KM. kemudia di hari kedua ternyata pembeli mengatakan saya tidak jadi beli, maka ini hak pembeli. Dan penjual tidak berhak mengatakan mobil telah kau gunakan 600KM maka kau harus bayar sewa Rp 100 ribu sebagai sewa telah kau gunakan perjalanan sejauh 600KM. kenapa karena status kepemilikian barang ada apada pembeli , sehingga resiko ketika di jalan ada tabrakan atau lainnya maka ini menjadi tanggung jawab pembeli.

 

  berakhirnya khiyar syarat:

  1. Berakhirnya jangka waktu yang telah disepakati 
  2. Kedua belah pihak sepakat mengakhiri waktu khiyar sebelum berakhirnya waktu yang disepakati sebelumnya

 

 

e. Khiyar tidak berlaku

1.       Jual  beli emas dengan uang , karena jual beli mas tidak boleh kredit, karena rasulullah mensyaratkan jual belie mas dengan yadan bi yadin. Karena jika ada khiyar syarat maka menjadi semi tidak tunai, karena ada kemungkinan nanti akan dikembalikan oleh pembeli.

2.       Tukar menukar uang (sharf)

f. aplikasi khiyar

ibnu qayyim menyebutkan khiyar ini sangat bermanfaat bagi para pengusaha jual beli tidak tunai yang permintaan barang sesuai permintaan pembeli. Maka penjual perlu mendatangkan dari supplier. Disini penjual menghadapi resiko pembeli tidak jadi membeli ketika barang telah diadakan. Maka khiyar sayart bias menjadi solusi. Jadi ketika penjual berakad dengan supplier, penjual dapat mengajukan khiyar syarat untuk mengembalikan barang ketika pembeli tidak jadi beli.

Khiyar Ghabn

 Khiyar Ghabn (hak pilih karena penipuan harga maupun barang)

Khiyar Ghabn merupakan apabila seseorang tertipu dalam objek dengan tipuan diluar batas kewajaran. Objek tersebut adalah pada harga dan barang. Bentuknya bisa berupa menambahkan harga oleh orang-orang yang ada disekitarnya. dengan kata lain, jika seseorang tertipu dalam jual beli dengan penipuan yang berat, maka seorang yang tertipu dia diberi pilihan apakah akan melangsungkan transaksinya atau membatalkannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:

لاَ تَنَاجَشُوْا

“Janganlah kalian melakukan jual beli najasy”

Najasy tersebut adalah bila ada orang yang hendak membeli sedang menawar barang yang diinginkannya, lalu ada orang lain yang menawarnya lagi dengan harga yang lebih tinggi. Sehingga harga menjadi naik. Bila terjadi akad dan beli, dia berhak mengembalikan barang jika dia tertipu dengan harga yang jauh dari harga biasanya.

Misal dalam lelang ada seseorang yang memeang sengaja hanya menawar untuk menaikkan harga padahal tidak ada niatan untuk membeli, tujuanya hanya untuk menaikkan harga. Maka mereka telah membeli pembeli

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain.” (HR. Ahmad I/313 no.2867, Ibnu Majah III/106 no.2340, dari Ubadah Radhiyallahu ‘Anhu. Lihat Silsilah As-Shahihah, karya Syaikh Al-Albani no: 250) dan sabdanya pula:
لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ
“Tidaklah halal harta seorang muslim kecuali dengan kelapangan darinya (dalam menjualnya)” (HR. Abu Ya’la III/140 no.1570. Lihat Irwaul Ghalil, karya Syaikh Al-Albani no: 1761) .
Dan orang yang tertipu tidak akan lapang jiwanya denga penipuan, kecuali kalau penipuan tersebut adalah penipuan ringan yang sudah biasa terjadi, maka tidak ada khiyar baginya.

Gambaran Pertama: Talaqqi Rukban (penjual tertipu baragnya dibeli dengan harga murah)

Talaqqi Rukban (orang-orang kota menghadang para pedagang yang datang dari pelosok untuk mengambil (menjualkan) barang dagangan mereka di kota). Jika orang-orang kota menyambutnya kemudian membeli barang dagangan mereka, dan telah terbukti secara jelas bahwa mereka (para pedagang dari pelosok) itu tertipu dengan penipuan yang besar, maka mereka berhak untuk khiyar (memilih untuk melangsungkan akad jual beli atau membatalkannya), karena Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda:
لاَ تَلَقَّوُا الْجَلَبَ , فَمَنْ تَلَقَّاهُ فَاشْتَرَى مِنْهُ فَإِذَا أَتَى سَيِّدُهُ السُّوقَ فَهُوَ بِالْخِيَارِ
“Janganlah kalian menghadang pedagang yang datang (dari pelosok) itu, maka barangsiapa yang menghadangnya dan membeli barangnya, jika kemudian dia datang ke pasar (dan ternyata mereka mengetahui harga yang semestinya), maka dia berhak untuk khiyar”. (HR. Muslim V/403 no.3802, dari hadits Abu Hurairah).

Di dalam hadits ini, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melarang untuk menghadang para pedagang yang datang dari pelosok di luar pasar yang di dalamnya terdapat jual beli barang, dan beliau memerintahkan jika penjual itu datang ke pasar lalu dia mengetahui harga-harga barang (yang beredar pada umumnya, pent), agar penjual tersebut diberi hak pilih untuk melanjutkan jual beli atau membatalkannya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menetapkan khiyar bagi para pedagang yang datang dari pelosok jika mereka dihadang di tengah jalan oleh para pembeli dari kota, karena di dalamnya ada unsur penyamaran dan penipuan (harga barang).

Ibnul Qoyim menjelaskan, “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melarang menghadang pedagang yang dating dari pelosok di tengah jalan dan membeli barangnya sebelum dia sampai di pasar karena adanya unsur penipuan terhadap penjual, yaitu penjual tidak tahu harga pada umumnya (yang semestinya), sehingga orang-orang di kota membeli darinya dengan harga minim. Oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasalam menetapkan hak khiyar bagi penjual (pedagang dari desa) setelah dia memasuki pasar.

Adapun tentang adanya khiyar dalam kodisi tertipu tidak ada pertentangan di kalangan para ulama karena penjual dari pelosok yang datang ke kota jika dia tidak tahu harga, maka dia teranggap tidak tahu terhadap harga-harga yang semestinya, sehingga dengan demikian pembeli telah menipunya. Demikian pula jika penjual menjual sesuatu kepada pembeli maka bagi pembeli berhak untuk khiyar jika dia masuk pasar dan merasa tertipu dengan penipuan yang berat (di luar kebiasaan). (Lihat Hasyiyah Ar-Raudhul Murbi’ IV/434, dinukil dari Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi karya Syaikh shalaih Al-Fauzan II/24).

Gambaran Kedua: Najasy

Adalah tertipu dengan harga. Penipuan yang disebabkan karena adanya tambahan harga oleh pelaku najasy. Yang dimaksud dengan An-Najisy ialah orang yag memberikan tambahan harga terhadap barang dagangan sedangkan dia sendiri tidak berniat untuk membelinya melainkan hanya sekedar untuk menaikan harga barang terhadap pembeli. Maka ini adalah perbuatan yang diharamkan. Nabi Shallahllahu ‘alaihi Wasallam telah melarang tindakan ini dengan sabdanya:
وَلاَ تَنَاجَشُوا
“Janganlah kalian saling berbuat najasy” (HR. Muslim V/302 no.3445, dari hadits Abu Hurairah), karena pada perbuatan ini ada unsur penipuan terhadap pembeli dan ini termasuk ke dalam makna Al-Ghisy (penipuan).

Termasuk ke dalam makna Najasy yang diharamkan adalah jika seorang pemilik barang mengatakan, “aku berikan barang ini kepada orang lain dengan harga sekian” atau “aku telah membelinya dengan harga sekian” padahal dia dusta.

Gambaran lain dari perbuatan najasy yang diharamkan adalah jika seorang pemilik barang mengatakan, “Tidaklah aku menjual barang ini kecuali dengan harga sekian atau sekian”, dengan tujuan supaya pembeli mau membelinya dengan harga minimal yang dia sebutkan seperti mengatakan terhadap suatu barang, “barang ini aku beli seharga lima ribu, dan aku jual dengan harga sepuluh ribu” dengan tujuan agar pembeli membelinya dengan harga yang mendekati nilai sepuluh ribu (padahal dia dusta, -pent).

Tambahan dari pomm ustadz erwandi

Jual beli tertipu dalam harga (najasy) jual belinya syah, Jika pembeli ridho maka tidak perlu mengulang akad, jik tidak ridho dengan manipulasi harga selangit ini maka pembeli boleh mengembalikan barang tersebut.

berap persen penjual boleh mengambil dari modal

-          Islam tidak menentukan berapa persen keuntungan, boleh sampai lebih serratus persen asal itu harga pasar. Maoritas ulama berpendapat jika telah ada pasar maka tidak boleh menajual dengan harga 30% dari harga pasar.

-          Yang dimaksud dengan modal adalah harga beli + biaya operasional sampai tempat berjualan

Bagaimana menentukan kita tertipu dengan harga dan

-           

Gambaran Ketiga: Ghabn Mustarsil.

Ibnul Qoyim berkata: “Di dalam hadits disebutkan, “Menipu orang yang mustarsil adalah riba”. (HR. Al-Baihaqi di dalam As-Sunan Al-Kubra V/571 no.10924, 10925 dan 10926. Hadits ini Bathil sebagaimana disebutkan Syaikh Al-Albani di dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah no: 668, dan Dha’if (lemah) seperti disebutkan dalam Dha’iful Jami’ no: 2908) .

Mustarsil adalah orang yang tidak tahu harga dan tidak bisa menawar bahkan dia percaya sepenuhnya kepada penjual, jika ternyata dia ditipu dengan penipuan yang besar maka dia punya hak untuk khiyar.

Pada masa kekhalifahan utsmaniyah, ditetapkan peraturan bahwa boleh mengambil keuntungan pada penjualan barang seperti berikut:
 
1
properti tanah dan rumah 20 %
1
hewan 10 %
1
Kebutuhan harian (minyak goreng dll) 5 % 

 

Ghabn adalah diharamkan karena padanya mengandung unsur penipuan terhadap pembeli. Dan di antara beberapa perkara yang diharamkan dan sering terjadi di pasar-pasar kaum muslimin ialah seperti sebagian orang ketika membawa barang dagangan ke pasar. Orang-orang di pasar sepakat untuk tidak menawar barang (dengan harga tinggi), dan mereka dengan sengaja menyuruh seseorang untuk menawar harga barang itu dari penjualnya. Apabila tidak ada pembeli yang bersedia menambah harga pembelian, maka akhirnya penjual itu terpaksa menjualnya dengan harga murah. Maka ini adalah Ghabn (penipuan) yang dzalim dan diharamkan. Apabila pemilik (penjual) barang itu mengetahui bahwa dia telah ditipu maka dia berhak untuk khiyar dan mengambil kembali barangnya. Maka wajib bagi yang melakukan penipuan seperti ini untuk meninggalkan perbuatan ini dan bertaubat darinya. Dan bagi yang mengetahui hal ini wajib baginya untuk mengingkari orang yang berbuat seperti ini dan menyampaikan kepada pihak yang berwenang untuk ditindak.


kita jelaskan sebelumnya bahwa sebuah akad jual beli bila telah selesai dari majelis dan tidak disyaratkan khiyar syarat juga tidak ada penipuan dalam harga maka jual beli menjadi lazim, tidak bisa dikembalikan oleh pembeli barang tersebut dan penjual tidak bisa menarik kembali barang yang sudah dijual nya kecuali masih dalam khiyar majlis atau khiyar syarat atau tertipu dalam harganya. Harganya  terlalu mahal dibandingkan harga pasar.

Pengertian Khiyar Tadlis

sekarang dijelaskan oleh Mualif diantaranya juga khiyar tadlis yaitu penipuan dari pihak pedagang dengan cara penjual merekayasa barang agar harga barang bertambah.

Definisi Khiyâr Tadlîs Kata tadlîs berasal dari bahasa Arab dari kata (الدَّلْسَة) yang berarti gelap; seakan penjual mengantar pembeli kedalam kegelapan dengan sebab tadlîsnya sehingga ia tidak sempurna melihat keadaan barang tersebut. Jadi, tadlîs adalah upaya menampakkan barang dalam bentuk yang tidak sesuai dengan kenyataannya. Contohnya seorang yang menjual sapi perah untuk diambil susunya. Penjual ini sengaja tidak memerahnya dalam waktu tertentu agar pembeli menyangka sapi tersebut memiliki air susu yang banyak dan menyangka sapi ini memang senantiasa banyak susunya. Setelah sapi itu berpindah kepemilikan ke tangan pembeli, baru tampak aslinya yang tidak sesuai dengan yang diduga.

Contoh yang dibawakan mualif  : seseorang akan menjual hewan yang sedang menyusui baik berupa sapi atau kambing, lalu sebelum pada hari H dijualnya, tiga hari sebelumnya atau beberapa hari sebelumnya hewan ini tidak diperah dan dijauhkan dari anaknya sehingga kelihatan kantong susunya besar, maka ketika dibeli oleh seseorang tentu pembeli akan membeli dengan harga yang mahal dan penjual pun mengatakan lihat ini kantong susunya sangat banyak,  Anda beruntung membelinya. Pembeli  membeli dengan harga yang berbeda dengan hewan yang kantungnya kecil. Harganya  bertambah sekian persen dari harga yang biasa. Ternyata  setelah diperah susunya, tidak didapatkan seperti semula. Ada  rekayasa barang pada contoh ini.  

Dasar Pensyariatan Khiyâr Tadlîs

Pembeli yang tertipu dengan tadlîs seperti diatas memiliki hak khiyâr untuk menggagalkan atau ridha dengan yang ada. Hal ini didasarkan kepada hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu yang berbunyi

 أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ :لاَ تُصَرُّوا الْإِبِلَ وَالْغَنَمَ فَمَنْ ابْتَاعَهَا بَعْدُ فَإِنَّهُ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ بَعْدَ أَنْ يَحْتَلِبَهَا إِنْ شَاءَ أَمْسَكَ وَإِنْ شَاءَ رَدَّهَا وَصَاعَ تَمْرٍ

Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian melakukan at-tashriyah (menahan air susu tanpa diperas) pada onta dan kambing. Siapa yang membelinya (sapi atau kambing dalam keadaan sudah ditahan susunya-red), maka ia boleh memilih satu diantara dua (melanjutkan transaksi atau menggagalkannya) setelah memeras susunya; apabila ia ingin maka ia menahannya (artinya melanjutkan transaksinya-red) dan bila ingin, ia boleh juga mengembalikannya dengan tambahan satu sha’ kurma. (al-Mulakhashul Fiqhi 2/26 HR al-Bukhori no. 2148)

maka rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda janganlah tasriahkan (direksaysa agar tinggi harganya), dibiarkan atau diikat kantong susu hewan menyusui disebut baik unta ataupun kambing. maka siapa yang telah membeli hewan yang sudah ditasriah tadi ,maka dia memiliki dua opsi. Jika  ia mengatakan ya sudah, walaupun kita tertipu tidak mengapa, Maka jual belinya syah.  Dan  jika ia ingin maka ia berhak mengembalikan barang tersebut. berarti jual beli ini tidak lazim karena masih ada hak dari pembeli untuk membeli mengembalikan barang. kembalikan barang dan kewajiban pembeli juga menambah satu sok kurma (muttafaqun alaihi). Dan dalam suatu lafaz yang memiliki hak khiyiar selama 3 hari ini.

Hadtis tasriyah ini  termasuk di antara hadits yang shahih sanadnya dan matanya yang sebagian para ulama hanafiyah mengatakan bahwa dalam kasus ini hadits ahad ini menyalahi, bertentangan dengan kaidah umum maka beliau lebih mengedepankan kaidah umum dan meninggalkan hadits ini yaitu ucapan Rasulullah salahllahu alayhi wassalam, dia mengembalikan hewan dan ditambah satu sok kurma. hewan dikembalikan,  uang diambil dia dan satu sha kurma ini imbalan apa? imbalan dari susu hewan yang di perahnya. menurut hanafiyah mereka tolak hadits ahad ini Dengan mengatakan bahwasanya hadits ini bertentangan kaidah umum. bukan berarti para ulama madzhab hanafie menolak hadis Rasulullah SAW wassalam tidak tidak mungkin menolak atau melakukan hal seperti ini, mereka bukan menolak . ini adalah persoalan-persoalan tarjih, permasalahan-permasalahan mana yang lebih didahulukan.  hadis Rasulullah SAW wassalam apablia tidak bertentangan dengan keadaan umum yang untuk menetapkannya bukan satu dua  hadis banyak hadits dan banyak nusyus, maka bila bertentangan madlul ditunjukkan sebuah kaidah yang dibangun berdasarkan atas banyak dalil kemudian bertentangan dengan satu dalil maka tentu lebih banyak dikedepankan atau lebih diprioritaskan diutamakan daripada satu dalil.  begitu mereka memahaminya dan tidak salahkan, dan  jangan samakan ini dengan cara berpikirnya orang-orang yang berusaha mengeluarkan kaum muslimin dan nusys syariah Alquran dan Sunnah Dengan mengatakan bahwa abu Hanifah tidak memakai hadits. Tidak mungkin para ulama islam tidak memakai hadits rasulullah shalallahu alayhi wassalam

Apa yang dijelaskan ulama Hanafi dalam masalah ini bahwasanya saat penggantian dari sebuah barang yang telah dilenyapkan,  pembeli tadi telah mengambil susunya. Susu tentu diganti dengan susu senilai , Andai diperkirakan sesuai yang diperah tadi sekitar 3 liter,  maka diganti dengan 3 liter susu dikembalikan uangnya dan dikembalikan. 3 liter susu dibeli atau diusahakan dari susu sapi yang lain, diserahkan kepada pemilik sapi. atau dengan nilai yaitu dengan menetapkan menaksir berapa harga dari susu ini ada perasaan ini diperkirakan hanya sekitar rp100.000 maka dikembalikan sapinya dan ditambah uang rp100.000.  adapun mengembalikan menukar mengganti susu dengan satu sok kurma maka di sini tentu tidak adil ini menurut abu Hanifah mereka mengatakan tidak adil keluar dari kaidah umum karena bisa jadi susunya lebih banyak daripada itu kurma bisa jadi lebih mahal dan juga lebih sedikit.  maka dalam hal ini menurut mereka lebih dikuatkan dan bukan ditinggalkan pertentangan hadis Ahad dengan kaidah umum maka mereka lebih mendahulukan kaidah umum.

Adapun jumhur ulama mereka tetap memakai hadits ini. Lalu bagaimana mereka menanggapi tentang penggantian barang yang hilang lenyapkan. mereka mengatakan kaidah umum tidak berlau untuk kasus ini,  kaidah umum untuk mengganti barang yang dihilangkan atau dilenyapkan dengan cara memberikan mengganti barang yang sama atau menaksir dan mengembalikan nilai harga barang tersebut yang dilenyapkan tadi, untuk permasalahan seluruh permasalahan kecuali permasalahan ini. dengan demikian para ulama memakai seluruh dalil.  baik dari dalil yang umum tadi, atau itu sebuah kasus yang tertentu yaitu kasus ini, maka pendapat jumhur ulama dalam hal ini lebih kuat karena memungkinkan semua dalil untuk dipakai, maka pakai  tidak boleh ditinggalkan satu pun juga karena dia berasal dari sumber yang satu yaiitu dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

bila kita membeli sebuah barang yang di rekayasa dipoles sehingga harga jual lebih mahal, lalu ketika bawa pulang dan tidak menemukan spesifikasi atau kelebihan yang dijelaskan tadi dan kita membeli dengan harga lebih mahal hak kita untuk mendapatkan khiyar tadlis, mengembalikan barang mengambil uang kita. Dan  bila selain sapi kita tidak mengembalikan apapun juga, khusus untuk sapi dikembalikan sapinya kemudian ditambahkan dengan 1 sok kurma. semoga bermanfaat assalamualaikum warahmatullah

syarat-syarat yang harus dipenuhi agar sesuatu yang terpisah dari obyek yang diperjual-belikan menjadi pengikut dalam akad jual beli:

 

1   dipersyaratkan dalam akad

1   'urf/kebiasaan di waktu itu 


10- Khiyar Aib

Apabila seseorang membeli barang yang cacat, jika sebelumnya tadlis barang tidak  cacat tapi direkayasa sehingga bertambah harganya. Sedangkan kasus khiyar tadlis ini barang cacat tidak diketahui pembeli dan penjual tidak menjelaskannya. Atau penjual tahu tapi dia diam. Maka, tidak boleh seorang muslim melakukan hal ini, muslim akhul muslim sebagaimana yang disabdakan rasulullah dalam riwayat ibnu majah.

سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ بَاعَ مِنْ أَخِيهِ بَيْعًا فِيهِ عَيْبٌ إِلَّا بَيَّنَهُ لَهُ Aku telah mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya, tidak halal bagi seorang muslim menjual barang yang cacat kepada saudaranya kecuali telah ia jelaskan (HR. Ibnu majah disahihkan syaikh albaniy)

Bila penjual diam tidak menjelaskan sedang dia mengetahuinya maka sama termasuk dia tidak menjelaskan cacatnya.  

Bila seorang muslim yang menjual telah menjelaskan cacatnya namun ada cacat yang dia tidak ketahui.  Dan penjual siap menurunkan harga dari harga yang biasa dan pembeli pun siap diperkirakan bahwa cacat ini hanya mengurangi harga umpamanya 3 atau 5%. Kemudian Dia beli ternyata nilai cacatnya ini bisa 10% dari harga pokok, maka ketika ini akadnya telah lazim, tidak bisa lagi akan jual beli sudah menjadi lazim, dan pembeli tidak bisa lagi mengembalikan Dengan mengatakan saya pikir tadi hanya sedikit Ternyata banyak kita bisa lagi karena dia sudah menjelaskannya sudah ridho pada saat itu. kecuali dia tidak mengetahuinya seperti dalam kedua kasus tadi penjual tidak menjelaskan atau dia tidak tahu sama sekali pembeli membelinya yang ternyata ada cacat.

maka bila ada cacat seperti ini apa solusi yang bisa dilakukan?

Bagi pembeli ada hak khiyar

1.       mengembalikan barang belikan barang ambil uang

2.       atau Ya sudah enggak apa-apa saya walaupun tidak dijelaskan oleh dia Ya saya terima Insya Allah tidak masalah anggap saya bersedekah kepada saudara saya maka tidak masalah jual belinya jual beli yang sah. dua pilihan ini sama dengan pilihan tadlis sebelumnya.

3.       bila tidak mungkin atau dikembalikan maka semata-mata ketentuannya adalah konpensasi,  pilihan ketiga tidak mungkin dikembalikan seperti umpamanya dia telah mengetahui cacatnya motor atau barang apapun yang dia minta cacatnya,  kemudian dia akan kembalikan kepada si penjual. Di  tengah jalan ternyata lah qodarullah barang itu hilang, atau motor yang tadi cacat tadi tabrak dan hancur semua bisa digunakan, karena tidak mungkin dikembalikan. Maka  Bagaimana? ketentuannya bagi pembeli hanya mendapat kompensasi nilai dari selisih harga yang cacat dengan yang baik. Mengembalikan  tidak mungkin lagi karena dengan dibeli akad sudah menjadi lazim akadnya sah Tetapi hanya permasalahannya adalah harga yang cacat dengan tidak cacat Islam memelihara hak seorang muslim dengan muslim yang lainnya penjual dan pembeli. Karena tidak isa dikembalikan walaupun alasan cacat walaupun dengan alasannya cacat agar di penjual tidak hilang haknya dengan dijual dengan akad yang sah tadi. Dan apabila barang hilang lenyap di tangan si pembeli umpamanya dibelinya hewan-hewan tersebut tidak jelas cacatnya kalo ternyata ada cacat dan luka di bagian dalam pahanya, dan ingin dikembalikan,  ternyata hewan itu di tengah jalan meninggal bukan karena penyakit paha tadi maka tidak mungkin dia akan memberikan hewan tersebut. maka hak daripada pembeli hanyalah menerima kompensasi. Berapa nilai cacat tadi maka dibayarkan. Andai nilai cacat tadi sepersepuluh dari keseluruhan harga, maka dia minta harga sepesepuluh  dari harga hewan tadi kepada penjual.

Dan aapabila penjual dan pembeli berbeda pendapat tentang harganya, maka  hendaknya keduanya mereka bersumpah berbeda antara harga yang baik dan yang cacat tadi atau selisih harga yang cacat tadi maka mereka keduanya bersumpah. Dan  bagi setiap dari penjual dan pembeli ada hak fasakh Untuk membatalkan akad. Kemudian penulis  menutup pembahasan akhir ini dengan sabda rasulullah shallallahu alayhi wassalam “barangsiapa yang membatalkan jual-beli seorang muslim maka Allah Subhanahu Wa Ta'ala membatalkan dan menghapuskan dosa-dosa dia”.

dalam kasus umpamanya khiyar majelis telah selesai, khiyar syarat pun tidak disyaratkan, kemudian tidak ada tadlis dalam dalam barang dan barang pun tidak cacat tetapi Si pembeli hendak juga mengembalikan kepada penjual. Hak penjual  untuk tidak menerima pembatalan jual beli,  tetapi dalam keadaan tertentu walaupun bukan hak dia,  Allah menjanjikan pahala yang besar bagi seorang pedagang menjual barang tadi yang melihat saudaranya Ternyata satu dan lain, dia telah beli barang tersebut. tidak tertipu dia,  khiyar majelis setelah selesai, khiyar syarat pun tidak ada, kemudian ternyata dia butuh uang mendesak dan ingin dikembalikan kalau dijual kepada orang lain mungkin butuh waktu lagi tapi kalau dijual kepada penjual yang awal mungkin yang dia mau menerimanya. maka bila si penjual membatalkan jual-beli yang pertama, kasihan dengan pembeli ini, maka Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala membatalkan dosa-dosa menghapuskan dosa-dosa yang pernah dilakukan oleh penjual ini.

Bedanya antara seorang muslim bermuamalat bertransaksi dengan non muslim seorang muslim dalam transaksi ini mencari dunia ini dia juga mencari keridhaan Allah subhanahu wa ta'ala keuntungan yang tidak jadi didapatkan dalam penjualan tadi karena pembeli mengembalikan barang secara duniawi Tetapi dia mendapatkan keuntungan yang besar di Allah subhanahu wa ta'ala dan dosa-dosanya diampuni oleh Allah subhanahu wa ta'ala maka ini semua ibadah anda dalam jual-beli pun dapat meraih pahala yang besar ya Allah Subhanahu Wa Ta'ala semoga bermanfaat assalamualaikum warahmatullah.

Beberapa syarat yang harus terpenuhi agar khiyar aib dapat digunakan di antaranya:

  

1 Cacat itu ada ketika jual beli atau setelah akad sebelum serah terima barang berlangsung

1 Pembeli tidak mengetahui cacat itu ketika akad atau ketika serah terima barang

1 Cacat atau aib tersebut sangat mempengaruhi nilai barang

sampai kita pada bab pembahasan tentang jual beli jual beli aset dan buah-buahan. Ushul adalah sesuatu yang asal yang dari ini anda pengikut-pengikutnya. Missal tanah bias jadi dia tasnya ada di bangunan ada pohonan. Atau  rumah disana ada kamar ada ruang  keluarga dari ruangan dapur ada kamar tidur dan yang lainnya ada atap dengan lainnya.

dinamakan usul karena dari pohon tadi ada cabang-cabangnya itu ada buah-buahan bias dikiyaskan disini Mobil juga termasuk ushul. Dan tsimar (buah) berarti kebalikan dari usul.

Rasulullah bersabda yang artinya: Barangsiapa menjual pohon kurma yang sudah dikawinkan, maka buahnya milik orang yang menjual, kecuali jika pembeli mensyaratkannya. (Muttafaq ‘alaih)

Sabda rasulullah diatas  juga berlaku untuk pepohonan yang lainnya, jika buahnya telah terlihat. Serupa dengan itu pula, jika tanaman yang hanya sekali panen sudah terlihat. Kecuali  untuk tanaman  Jika tanaman itu bisa dipanen berkali-kali maka pohonnya milik pembeli, sedangkan apa yang terlihat bisa dipetik saat terjadi akad jual beli menjadi milik penjual, kecuali dsyaratkan sebelumnya.

Kaidahnya : jual beli barang ushul maka barang pengikutnya termasuk, kecuali ada persyaratan sebelumnya. Penentuan barang pengikut ini diserahkan kepada urf.

Disebutkan dalam hadits, bahwasanya: Rasulullah melarang dari menjual buah sampai terlihat kelayakannya. Beliau melarang penjual maupun pembeli. Rasulullah ditanya tentang bagaimana kelayakannya? Beliau menjawab: Sampai hilang risiko penyakitnya. Dalam redaksi yang lain: Sampai memerah atau menguning. Rasulullah juga melarang dari menjual biji-bijian hingga mengeras. (HR. Ahlus Sunan).  Rasulullah bersabda yang artinya: "Jika kamu menjual buah-buahan kepada saudaramu, lalu buah-buahan itu ditimpa bencana (penyakit sehingga gagal panen), maka tidak halal bagimu mengambil sedikit pun dari pembayarannya. Atas dasar apa engkau memakan harta saudaramu tanpa alasan yang dibenarkan?" (HR. Muslim)

Dijelaskan para ulama bahwa yang dimaksud jual beli buah sebelum matang hikmahnya menghindari gharar, persengketaan. Jadi ketika ada yang mengatakan pohon ini tidak akan terserang hama, maka tetap tidak boleh menjual sebelum matang buahnya. Bia buah dijual sebelum matang dan penjual mengatakan “boleh asal kau panen hari ini juga”, maka ini boleh. Yang menjadi khilaf para ulama buah dijual sebelum matang kemudian dipanen pembeli setelah matang, maka ini yang dilarang rasulullah shalallahu alayhi wassalam. Kemudian bagaimana menentukan buah itu boleh dijual pohonnya, yaitu ketika ada salah satu buah yang telah matang.

disadur dari POMM Dasar Jual Beli 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulekan dari bahan akar bambu

salah satu perangkat masak yang mulai ditinggalkan adalah ulekan. ulekan adalah alat masak yang digunakan bersama cobek untuk menghaluskan dan mencampur bumbu masakan atau sambal.  ulekan dimasa sekarang sudah banyak ditinggalkan dan biasanya yang beralih ke alat elektronik seperti blender. tapi untuk sebagian atau kebanyakan orang demi menjaga citarasa, mereka tetap bertahan dengan ulekan ini, karena konon menghaluskan dan mencampur bumbu dengan blender tentu kurang sedap. tentu saja yang lebih sedap adalah dengan menggunakan alat konvensional yaitu cobek dan ulekan. ulekan banyak macamnya. ada yang dibuat dari batu, tanah liat (tembikar) dari kayu, dan yang ini adalah terbuat dari akar bambu (oyot bambu). ulekan dari bahan bambu konon lebih awet dan lebih sedap. ulekan ini biasa digunakan untuk menghaluskan bumbu dan mencapur bumbu ketropak, gado-gado, karedok, ayam geprek  rujak dan atau lainya.  daftar harga berdasarkan ukuran kepala ulekan ...

Salam dan salam mawazi

  Disadur dari pembelajaran online muamalah maaliyah (POMM-ETA) Bai’assalam adalah pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Termasuk salah satu jenis jual beli dimana harga dibayar dimuka. Dan harga ini dinamakan modal salam. Barang yang telah disebutkan spesifikasi nya dan dalam tanggungan penjual ditunda penyerahannya. Barang ini disebut muslam fiyh. Penjual disebut muslam ilayhi. Pembeli disebut rabbus salam atau muslim. Modal salam disebut ra's mal salam. Terkadang salam disebut juga dengan salaf.  Salam disyariatkan dalam al Qur'an, Sunnah dan ijma'.  Di dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah (2) ayat 282: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ.... “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hedaklah kamu menulisnya....” Ibnu Abbas dalam atsar yang diriwayatkan oleh Imam Asy Syafi’i, Thabrani, Al Hakim dan Bai...

Zakat

 Zakat Penjelasan Materi Penjelasan Materi Zakat dan Harta Pengertian zakat Secara bahasa zakat bermakna an-namaa’ (النماء) artinya tumbuh dan berkembang, dan ath-thahaarah (الطهارة) artinya suci. Dalam bahasa arab disebutkanزكا الزرع إذا نما , dzkaa az-zar’u idza namaa, tanaman itu berkembang jika ia tumbuh.  Adanya pengertian secara bahasa ini menunjukkan bahwa kata zakat sudah ada sebelum Islam datang. Secara istilah zakat adalah: حق واجب في مال مخصوص في وقت مخصوص لطائفة مخصوصة Hak yang wajib ditunaikan pada harta tertentu, pada waktu tertentu dan untuk golongan tertentu. Al-Maal (المال), harta secara bahasa adalah   ما تميل إليه النفس  Maa tamiilu ilaihin nafs “Sesuatu yang jiwa cenderung kepadanya” (menguasai, memiliki) (Dan secara istilah harta adalah segala sesuatu yang memiliki manfaat yang mubah). Kewajiban zakat pada harta tertentu bukan pada semua harta. Misal harta berupa rumah yang ditempati senilai 200juta, apakah setiap tahun harus dizakati? Jawab...