Gharar2
disadur dari materi audio POMM - ETA, Pendidikan Online Muamalah Maaliyah Erwandi Tramidzi Association, sangat dianjurkan mengikuti pembelajaran ini...
g. Hukum Bai' Gharar
Bai' gharar hukumnya haram berdasarkan Al-Qur'an, hadist dan ijma.
1. Dalil Al-Qur'an, firman Allah Ta'ala:
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi
kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)". (Al-Maidah : 90-91)
dalam ayat di atas allah mengharamkan judi, dan Gharar merupakan bagian dari judi.
a) Allah mensifati judi dengan rijs yaitu kotoran manusia, bau busuk dan menjijikkan
b) judi adalah perbuata syaythan, maka orang yang melakukan judi maka dia sesunguhnya sedang berusaha menjadi sosok makhluk terkutuk tersebut.
c) perintah Allah untuk berhenti melakukannya, dan menjajikan keuntungan dan kebahagiaan dunia dan akhirat
d) setelah allah menerangkan niat busuk syaithan selanjutnya Allah menerangkan niat buruk selanjutnya dibalik judi tersebut yaitu pertama : merusak ukhuwah sesame muslim dengan menimbulkan kebencian sesame lantaran judi, sehingga suatu sat akan menghilankan iman dari dada manusia karena tidak sempurna iman sebelum saling mencintai dan berukhuwah karena Allah. Kedua sarana syaithan untuk membuat hamba lalai dari dzikir dan shalat padahal ini adalah inti dari kelezatan, kebahagiaan dan kesehatan jasmani dan ruhani.
Satu saja dari indikasi2 di atas cukup menjadi alasan mengapa gharar dilarang apalagi terkumpul padanya dalam satu transaksi.
2. Hadist
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ (رواه مسلم)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi melarang jual beli Hashah (jual beli tanah yang menentukan ukurannya sejauh lemparan batu) dan juga melarang jual beli Gharar. HR. Muslim.)
Karena hokum jual beli gharar haram maka status perpindahan barang dan uang menjadi tidak syah status uang dan barng tersebut menjadi haram
j. Kriteria Gharar Yang Diharamkan
Gharar dihukumi haram bilamana terdapat salah satu kriteria berikut:
1. Nibah gharar dalam akad jumlahnya besar. Jika gharar yang sedikit tidak mempengaruhi keabsahan akad, seperti: pembeli mobil yang tidak mengetahui bagian dalam mesin atau pembeli saham yang tidak mengetahui rincian aset perusahaan. Atau membeli kebun tapi tidak mengetahui jumlah pasti buah.
Ibnu Qayyim berkata," gharar dalam jumlah sedikit atau tidak mungkin dihindari niscaya tidak mempengaruhi keabsaha akad, berbeda dengan gharar besar atau gharar yang mungkin
dihindari". (zaadul maad jilid.V hal. 820).
Al Qarafi berkata," gharar dalam bai' ada 3 macam:
- Gharar besar membatalkan akad, seperti menjual burung di angkasa.
- Gharar yang sedikit tidak membatalkan akad dan hukumnya mubah, seperti ketidakjelasan pondasi rumah atau ketidakjelasan jenis benang qamis yang dibeli.
- Gharar sedang, hukumnya diperselisihkan oleh para ulama. Apakah boleh atau tidak." ( furuuq jilid.III hal. 265).
Al Baji berkata," gharar besar yaitu rasionya dalam akad terlalu besar sehingga orang mengatakan bai' ini gharar". ( Muntaqa jilid. 5 hal. 41).
2. Keberadaannya dalam akad mendasar. Jika gharar dalam akad hanya sebagai pengikut tidak merusak keabsahan akad. Dengan demikian menjual binatang ternak yang bunting, menjual binatang ternak yang menyusui dan menjual sebagian buah yang belum matang dalam satu pohon dibolehkan. Walaupun janin, susu dan sebagian buah tersebut tidakjelas, karena keberadaanya hanya sebagai pengikut bukan tujuan akad jual beli.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنِ ابْتَاعَ نَخْلاً بَعْدَ أَنْ تُؤَبَّرَ فَثَمَرَتُهَا لِلْبَائِعِ ، إِلاَّ أَنْ يَشْتَرِطَ الْمُبْتَاعُ ، وَمَنِ ابْتَاعَ عَبْدًا وَلَهُ مَالٌ فَمَالُهُ لِلَّذِى بَاعَهُ إِلاَّ أَنْ يَشْتَرِطَ الْمُبْتَاعُ
“Siapa yang membeli pohon kurma setelah dikawinkan, maka buahnya milik penjual. Kecuali jika membeli mempersyaratkan. Siapa yang membeli budak dan dia membawa harta, maka harta itu milik orang yang menjualnya, kecuali jika pembeli mempersyaratkannya.” (HR. Bukhari 2379 & Muslim 3986)
Dalam hadits diatas nabi tidak mensyaratkan syahnya jual beli kebun dengan buah di pohon telah matang. Padahal nabi melarang menjual jual beli buah di pohon dalam sebuah kebun sebelum buah otu menjadi matang.
hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ بَيْعِ الثِّمَارِ حَتَّى يَبْدُوَ صَلاَحُهَا ، نَهَى الْبَائِعَ وَالْمُبْتَاعَ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda melarang jual beli buah sampai nampak kelayakannya. Beliau melarang penjual dan pembeli. (HR. Bukhari 2194, Abu Daud 3369 dan yang lainnya).
Hal ini dikarenakan status buah di pohon kurma hanya sebagai pengikut adapun objek jual beli adalah pohon kurma bukan buahnya. Ibnu qudamah berkata gharar apada barang yang statusnya sebagai pengikut diperbolehkan seperti menjual kambing yang sedang menyusui, sedangkan kantung susu dalam kantung susu hewan berstatus gharar, akan tetapi diperbolehkan karena statusnya sebagai pengikut. Hewan bunting, status janin dalam perut hewan berstatus gharar tetapi diblehkan karena statusnya hanya transaksi dan tidak boleh dijual terpisah, seperti menjual janin hewan ternak saja yang ada dalam hewan ternak itu.
3. Akad yang mengandung gharar bukan termasuk akad yang dibutuhkan orang banyak.
Jika suatu akad mengandung gharar dan akad tersebut dibutuhkan oleh orang banyak hukumnya sah dan dibolehkan. Ibnu Taimiyah berkata," mudharat gharar di bawah riba, oleh karena itu diberi rukhsah (keringanan) jika dibutuhkan oleh orang banyak, karena jika diharamkan mudharatnya lebih besar daripada dibolehkan". (Qawaid nuraniyah hal.140). Dengan demikian dibolehkan menjual barang yang tertimbun dalam tanah, seperti: wortel, bawang, umbi-umbian dan menjual barang yang dimakan bagian dalamnya, seperti: semangka telur dan lain-lain sekalipun terdapat gharar. Karena kebutuhan orang banyak untuk menjual dengan cara demikian tanpa dibuka terlebih dahulu bagian dalamnya atau dicabut dari tanah.
4. Gharar terjadi pada akad jual-beli.
Jika gharar terdapat pada akad hibah atau wasiat hukumnya dibolehkan. Misalnya: Seseorang bersedakah dengan uang yang ada dalam dompetnya padahal dia tidak tahu berapa jumlahnya. Atau seseorang yang menghadiahkan bingkisan kepada orang lain, orang yang menerima tidak tahu isi dalam bingkisan tersebut, maka akadnya sah walaupun mengandung harar.
telah menceritakan kepada kami Isma'il mengatakan, telah menceritakan kepada-ku Malik dari Abu Az Zanad dari Al A'raj dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "warisanku tak boleh dibagi-bagi dengan diuangkan dinar, apa yang kutinggalkan terkemudian sebagai nafkah isteriku dan untuk mencukupi pegawaiku, itu semua adalah sedekah".
Jumlah sedekah yang diberikan nabi tidak jelas (gharar), dengan demikian gharar tidak berlaku pada akad sosial semacam wasiat, hibah dan sedekah
Sehingga ulama menyimpulkan kaedah
Al ghararu la yadhurru fiy tabaruat
Komentar
Posting Komentar