Murabahah
Mikyar murabahah
Footnote 1 : akad murabahah adalah penjualan suatu barang senilai harga pokok pembelian ditambah dengan keuntungan yang diketahui dan disepakati, di mana keuntungan ini dapat berupa persentase dari harga penjualan atau nominal tertentu. baik akad murabahah dilaksanakan tanpa wa’at sebelumnya, ini adalah konotasi murabahah atau dengan wa’ad untuk membeli yang dilakukan oleh seorang yang tertarik untuk mendapatkan barang melalui lembaga keuangan. Akad murabahah ini disebut dengan murabahah perbankan atau murabahah lil ‘aamir bisy syirat (murabahah to the purchase order).
Akad ini merupakan kan salah satu bentuk baik amanah yang berdasarkan pada transparansi harga pokok pembelian atau biaya pengeluaran ditambah biaya-biaya pada umumnya. Kebolehan akad murabahah adalah berdasarkan dalil-dalil yang menunjukkan kebolehan akad jual beli, diantaranya adalah firman Allah subhanahu wa ta'ala wa
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” [Al-Baqarah/2: 275]
dan sebagian ulama juga berdalil dengan firman Allah subhanahu wa ta'ala
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَبْتَغُوْا فَضْلًا مِّنْ رَّبِّكُمْ ۗ فَاِذَآ اَفَضْتُمْ مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوْهُ كَمَا هَدٰىكُمْ ۚ وَاِنْ كُنْتُمْ مِّنْ قَبْلِهٖ لَمِنَ الضَّاۤلِّيْنَ
198. Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari Tuhanmu. Maka apabila kamu bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. Dan berzikirlah kepada-Nya sebagaimana Dia telah memberi petunjuk kepadamu, sekalipun sebelumnya kamu benar-benar termasuk orang yang tidak tahu. (Al-baqarah ayat 198)
Yang dimaksud karunia Allah adalah keuntungan, akad murabahah juga dikiaskan kepada akad jual beli tauriyah, artinya menjual dengan harga pokok pembelian tanpa tambahan laba. hal ini karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam membeli unta betina dari abu bakar radhiallahu Anhu untuk digunakan sebagai kendaraan untuk hijrah ke Madinah dengan harga pokok. Karena ketika abu bakar radhiallahu Anhu ingin menghibahkan Nya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam namun Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menolak dan bersabda “Aku ingin mengambilnya dengan harga pokok pembelian. Mayoritas ulama sepakat atas bolehnya akad murabahah.
1. Ruang lingkup Mikyar.
Mikyar ini mencakup transaksi murabahah dan berbagai tahapan-tahapannya. Dan hal yang terkait jaminan-jaminan sebelum akad murabahah dilakukan seperti wa’ad, Hamisy Jiddiyah, dan hal terkait jaminan-jaminan untuk melunasi hutang yang muncul dari akad murabahah. Mikyar ini tidak mencakup sukuk murabahah, karena sukuk murabahah termasuk dalam mikyar suku investasi pasal 5.1.5.5 dan lihat pasal 2.2.2 dari mikyar sukuk investasi. Dan mikyar ini tidak mencakup jual beli tidak tunai selain akad murabahah, jual beli amanah yang lain dan jual beli musawamah.
2. Langkah-langkah sebelum melaksanakan akad murabahah
2.1 Permohonan nasabah untuk memiliki barang melalui lembaga keuangan
2.1.1 Lembaga keuangan boleh membeli sebuah barang atas dasar permintaan dan keinginan dari nasabah selama hal tersebut sesuai dengan kaidah-kaidah syariat tentang akad jual beli
2.1.2 Dengan tetap memperhatikan pasal 3.2.2 nasabah boleh meminta dari lembaga keuangan untuk membeli barang dari tempat yang ditentukan dan lembaga keuangan berhak tidak melanjutkan proses apabila nasabah menolak penawaran yang lebih tepat menurut lembaga
2.1.3 Permohonan nasabah bukanlah janji atau perjanjian, kecuali ia menyatakan dengan terang-terangan dan bisa juga nasabah menulis surat pernyataan yang ditandatangani oleh nasabah yang menyatakan keinginannya, atau bisa juga berupa formulir dari lembaga keuangan yang ditandatangani oleh nasabah
2.1.4 Nasabah boleh mendapatkan penawaran harga barang baik ditujukan atas nama nasabah atau bukan, penawaran tersebut bersifat panduan bukan berarti menjual, dan lebih baik penawaran ditujukan kepada lembaga keuangan dalam waktu terbatas apabila pihak lembaga keuangan menjawab penawaran tersebut dapat langsung dianggap sebagai qobul dari hijab yang dibuat oleh oleh supplier (pengirim penawaran).
2.2 Sikap lembaga keuangan terhadap permohonan nasabah
2.2.1 apabila nasabah telah menyatakan qobul atas ijab dari supplier, yang ditujukan kepadanya secara khusus ataupun tidak, maka akad jual beli supplier bersama nasabah telah terlaksana sehingga lembaga keuangan tidak boleh melakukan akad murabahah pada barang yang sama.
Footnote 2 : dasar hukum terlarangnya melakukan murabahah dalam kondisi ini, karena pihak nasabah telah menerima penawaran, yang berarti telah terjadi akad jual beli antara nasabah dan supplier dan status barang menjadi milik nasabah, dan hukum kepemilikan tidak terpengaruh meskipun nasabah belum membayarkan harga barang dan tidak syaratkan untuk terlaksana dan sahnya akad jual beli, bahwa uang pembayaran harus dilunasi karena kewajiban membayar harga barang merupakan turunan dari terlaksananya akad jual-beli dan bukan rukun ataupun syarat jual beli.
2.2.2 Wajib membatalkan bentuk hubungan akad apapun yang telah terjadi antara nasabah dengan supplier jika ada, khususnya terkait dengan penyediaan barang
Footnote 3 : dasar hukum diharuskannya penghapusan seluruh bentuk keterikatan akad yang telah terjadi antara nasabah dengan supplier agar akad murabahah tidak menjadi sebatas qhard ribawi, karena tidak adanya hubungan akad yang telah terjadi antara keduanya nasabah dan supplier merupakan syarat sah terlaksananya akad murabahah oleh lembaga keuangan, dan disyaratkan bahwa pembatalan ini secara hakiki (benar-benar) dari kedua belah pihak bukan pembatalan yang direkayasa dan tidak boleh mengalihkan akad yang telah dilaksanakan antara nasabah murabahah lil Amir bisy syira’ dengan supplier pada lembaga keuangan.
2.2.3 Lembaga keuangan harus memastikan bahwa yang menjual barang kepadanya adalah pihak ketiga, bukan nasabah maupun wakilnya. Maka tidak sah seumpamanya pemilik asli barang adalah nasabah atau wakilnya yang memiliki, atau tidak diperbolehkan juga pihak yang menyediakan barang supplier dimiliki oleh nasabah lebih dari 50%. Apabila jual beli ini terjadi dan kemudian baru diketahui maka akad murabahah Lil Amir bisy syira’ menjadi batal karena jual beli ini termasuk jual beli Inah.
footnote 4 : dasar hukum wajibnya lembaga keuangan memastikan bahwa nasabah bukan supplier adalah untuk menghindari terjadinya jual beli Inah yang diharamkan.
2.2.4 Jika pihak supplier pemilik barang memiliki hubungan kekerabatan nasab atau hubungan pernikahan dengan nasabah, maka lembaga keuangan syariah harus memastikan sebelum memulai transaksi murabahah bahwa jual-beli bukanlah rekayasa atau pengelabuan atas jual beli Inah
2.2.5 Tidak boleh lembaga keuangan dan nasabah melakukan kesepakatan untuk bermusyarakah dalam sebuah proyek atau transaksi tertentu dengan salah satu pihak berjanji untuk membeli bagian saham pihak yang lain dengan cara murabahah tunai atau tidak tunai. Adapun apabila salah satu pihak berjanji untuk membeli bagian pihak lain dengan harga pasar atau dengan harga yang disepakati mereka berdua ketika waktu jual beli, maka tidak mengapa asalkan dengan akad jual beli yang baru baik pembayaran tunai maupun tertunda.
footnote 5 : dasar hukum terlarangnya janji dari salah satu syari’(rekan sirkah) kepada syari’ lainnya untuk membeli bagian saham Syari’ tersebut dengan akad murabahah adalah karena hal ini akan menjadi jaminan risiko dari salah satu syari’ atau sebagian saham syari’ yang lain sehingga menjadi riba
2.2.6 Tidak boleh melakukan murabahah dengan pembayaran tidak tunai pada objek emas, perak dan mata uang.
Footnote 6 : dasar hukum terlarang yang melakukan akad murabahah tidak tunai pada emas, perak atau mata uang adalah sabda nabi shallallahu alaihi wasallam tentang menukar emas dengan perak yaadan bi yadin harus tunai serah terima tangan ke tangan (hadits riwayat Muslim) yaitu tanpa penundaan Taqabudh (serah terima) dan mata uang disamakan hukumnya dengan emas dan perak. hal ini diperkuat oleh keputusan divisi fikih oki nomor 63 : tidak boleh menerbitkan sukuk atas hutang murabahah atau hutang lainnya tidak boleh melakukan re-murabahah atas sebuah barang yang sama.
Footnote 7 : dasar hukum terlarang yang menerbitkan sukuk murabahah yang dapat diperdagangkan dan terlarangnya re-murabahah adalah hal tersebut merupakan salah satu bentuk dari jual beli utang yang diharamkan.
2.3 Janji dari pihak nasabah
2.3.1 Tidak boleh dokumen janji atau yang sejenisnya mengandung perjanjian yang mengikat kedua belah pihak (lembaga keuangan dan nasabah)
Footnote 8 : dasar hukum terlarangnya melakukan perjanjian yang mengikat kedua belah pihak adalah bahwa hal ini menyerupai akad jual beli sebelum barang dimiliki dan divisi fiqh OKI telah mengeluarkan fatwa mengharamkan hal ini nomor 41.
2.3.2 Janji nasabah untuk membeli barang bukanlah keharusan dalam murabahah maupun kesepakatan umum. Hal tersebut hanya untuk meyakinkan lembaga keuangan kalau nasabah betul-betul bertekad untuk membeli barang yang telah dipesan nasabah, setelah lembaga keuangan memiliki barang tersebut, dan jika lembaga keuangan memiliki kesempatan peluang lain untuk menjual barang yang dipesan nasabah maka tidak perlu memberlakukan perjanjian bagi nasabah untuk harus membeli barang
2.3.3 Boleh melakukan perjanjian antara nasabah dengan lembaga keuangan dengan syarat khiyar bagi salah satu pihak maupun kedua belah pihak yang berjanji
Footnote 9 : dasar hukum dari penerapan khiyar syarat adalah hadis abban bin mu’kin dan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam kepadanya “jika engkau membeli sesuatu maka katakanlah “la Hilabah”” tidak ada penipuan. Kemudian pada setiap barang yang telah engkau beli, engkau memiliki hak khiyar selama 3 malam, jika engkau Ridha maka simpanlah dan jika kau tidak ridha maka kembalikanlah kepada penjualnya. Hadis riwayat Ibnu Majah, sunan Ibnu Majah jilid 2 halaman 789. Dan telah terbit keputusan forum fiqih yang ke-2 oleh lembaga pembiayaan Kuwait (Kuwait finance house) untuk penegasan penerapan syarat dalam penerapan akad murabahah.
2.3.4 Lembaga keuangan dan nasabah murabahah lil ‘amir bisy syira’ setelah perjanjian dan sebelum kontrak murabahah dilakukan boleh sepakat untuk merubah pasal-pasal perjanjian yang telah berlalu, baik tentang termin pembayaran maupun keuntungan atau yang lain lain, dan tidak boleh merubah perjanjian tersebut kecuali dengan kesepakatan kedua belah pihak
2.3.5 Lembaga keuangan boleh membeli barang dengan mensyaratkan khiyar dengan waktu tertentu. Apabila nasabah murabahah tidak mengambil barang yang dipesan, lembaga keuangan bisa mengembalikan barang kepada penjual dalam masa waktu yang telah ditentukan atas dasar khiyar syarat tersebut. Masa khiyar lembaga keuangan tetap berlaku walaupun barang ditawarkan kepada nasabah murabahah, namun berakhir dengan terjadinya jual beli dengan nasabah, dan dianjurkan mencantumkan dalam khiyar syarat bahwa hak khiyar tetap berlaku meskipun lembaga keuangan telah menawarkan barang tersebut kepada pihak ketiga (nasabah).
2.4 Komisi dan Biaya
2.4.1 Lembaga keuangan tidak boleh mengambil komisi irtibath komitmen dari nasabah foot note 10 dasar hukum yang melarang komisi ini adalah karena hal tersebut merupakan imbalan hak untuk melakukan akad murabahah yang statusnya adalah sebatas keinginan yang bukan objek tukar-menukar, yang layak diberikan imbalan
2.4.2 Lembaga keuangan tidak boleh mengambil komisi atas kesediaan LKS memberikan pembiayaan dari nasabah
Footnoote 11 dasar hukum terlarangnya sebuah komisi fasilitas adalah jika tidak diperbolehkan untuk menerima komisi dalam rangka pemberian fasilitas pembiayaan, maka lebih terlarang lagi mengambil komisi dari sebatas kesediaan untuk membiayai nasabah berdasarkan pembayaran tidak tunai
2.4.3 Biaya -biaya yang dibutuhkan untuk persiapan kontrak dibebankan secara setara kepada lembaga keuangan dan nasabah selama kedua belah pihak belum bersepakat bahwa salah satu dari mereka akan menanggung biaya tersebut, dengan syarat biaya tersebut sesuai dengan biaya riil sehingga biaya riil tersebut tidak mengandung komisi irtibath dan komisi atas kesediaan LKS memberikan pembiayaan kepada nasabah
Footnoote 12 : dasar hukum untuk membebankan biaya persiapan kontrak yang dibuat antara lembaga keuangan bank dan nasabah kepada keduanya adalah karena manfaat dari akad tersebut diperuntukkan untuk kedua belah pihak dan tidak terdapat larangan syar'i pada hal tersebut. Dan dasar hukum diperbolehkannya mensyaratkan untuk membebankan biaya persiapan kontrak kepada salah satu pihak adalah karena hal tersebut merupakan salah satu bentuk persyaratan yang diperbolehkan
2.4.4 Apabila murabahah dengan cara mengumpulkan harta orang banyak (sindikasi) maka lembaga keuangan sebagai pelaksana (koordinator) pengumpulan harta berhak mengklaim biaya pengaturan atau koordinasi yang ditanggung oleh para peserta pembiayaan tersebut.
2.4.5 Lembaga keuangan boleh membebankan biaya studi kelayakan apabila studi kelayakan tersebut diminta oleh nasabah untuk kebaikannya dan nasabah telah sepakat akan membayar biaya tersebut dari awal serta lembaga keuangan memberikan salinan dokumen studi kelayakan tersebut kepada nasabah jika nasabah menginginkan.
2.5 Jaminan yang berkaitan dengan pelaksanaan murabahah
2.5.1 lembaga keuangan boleh mendapatkan dari nasabah yang mengajukan pembelian barang jaminan bahwa supplier yang diajukan oleh nasabah agar lembaga keuangan membeli darinya adalah orang yang amanah
Footnote 13 dasar hukum bolehnya ada jaminan dari nasabah atas baiknya kinerja supplier adalah karena pada penjaminan ini bertujuan untuk menjaga hak-hak dan hal tersebut tidak melanggar aturan-aturan akad murabahah jaminan nasabah tersebut bukan karena dia sebagai nasabah murabahah maupun sebagai wakil lembaga keuangan tersebut. Oleh karena itu walaupun akad murabahah tidak terlaksana maka jaminan tersebut tetap berlaku. Jaminan seperti ini sebaiknya tidak diberlakukan kecuali nasabah mengusulkan pada lembaga keuangan agar membeli barang yang akan di murabahahkan pada supplier tertentu. Konsekuensi dari jaminan ini adalah nasabah akan menanggung kerugian yang dialami lembaga keuangan baik materi maupun nonmateri jika supplier tersebut menjual barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi, atau supplier lalai dalam melaksanakan kewajibannya yang mengakibatkan kerugian pada lembaga keuangan atau menyebabkan lembaga terlibat sengketa yang mengeluarkan biaya besar.
2.5.2 Lembaga keuangan tidak boleh membebankan kepada nasabah untuk mengganti kerusakan yang terjadi pada barang pada waktu pengiriman atau penyimpanan barang footnote 14 : dasar hukum terlarang yang memasukkan ke dalam penjaminan nasabah, risiko terhadap barang saat proses pengiriman adalah karena barang merupakan tanggung jawab pemiliknya (lembaga keuangan) dan nasabah bukanlah pemilik dan kaidah mengatakan الخراج بالضمان risiko ditanggung oleh pihak yang mendapatkan keuntungan. Jaminan kerusakan ini tidak bisa dikategorikan ke dalam jaminan atas supplier yang direkomendasikan oleh nasabah adalah supplier yang amanah dan tidak juga termasuk dalam jaminan risiko pengiriman yang menjadi tanggung jawab pemilik barang (lembaga keuangan)
2.5.3 Lembaga keuangan boleh mengambil sejumlah uang dari nasabah yang disebut dengan hamish jiddiah ketika janji bersifat mengikat bagi nasabah saja
Footnote 15 dasar hukum bolehnya mengambil hamis jiddiah (uang keseriusan) adalah bahwa hal tersebut sebagai bentuk jaminan atas segala kerugian finansial yang dapat terjadi. Hamisy jiddiah diberikan oleh nasabah berdasarkan permintaan dari lembaga keuangan untuk memastikan bahwa nasabah mampu secara ekonomi dan juga agar lembaga keuangan bisa memastikan kompensasi dari kerugian yang muncul ketika nasabah melanggar janji yang mengikat, dengan demikian lembaga keuangan tidak perlu meminta kompensasi dari kerugian dari nasabah tetapi hanya cukup memotong dari dana hamisy jiddiah. Hamisy jiddiah tidaklah dianggap sebagai uang muka (down payment atau orbon) dana yang didepositkan oleh nasabah pada lembaga keuangan sebagai jaminan komitmen dapat menjadi dana amanah investasi, di mana nasabah mengizinkan lembaga keuangan untuk menginvestasikan nya berdasarkan asas mudharabah antara nasabah dan lembaga keuangan atau dapat juga menjadi dana titipan dalam rekening giro berdasarkan keinginan nasabah.
2.5.4 Lembaga keuangan tidak boleh menahan dan hamisy jiddiah ketika nasabah melanggar janji yang mengikat untuk membeli barang murabahah. Hak lembaga keuangan hanya mengambil dari dana tersebut sekedar pengganti kerugian yang riil yaitu selisih antara biaya pembelian barang dan penjualan ke pihak pengganti nasabah pemesan dan tidak termasuk dalam ganti rugi kesempatan yang hilang (opportunity loss )
2.5.5 Apabila nasabah menepati janji untuk membeli barang murabahah dan telah melakukan kontrak murabahah maka lembaga keuangan wajib mengembalikan uang hamisy jiddiah kepada nasabah dan lembaga keuangan tidak berhak memiliki (mengambil uang tersebut) kecuali untuk mengganti kerugian ketika nasabah melanggar janji sesuai rincian pada pasal 2 5.3 dan lembaga keuangan boleh bersepakat dengan nasabah untuk melakukan akad murabahah dengan menjadikan dan hamisy jiddiah sebagai bagian dari harga barang
2.5.6 Lembaga keuangan boleh mengambil uang muka (down payment atau orbon) ketika melakukan akad murabahah dengan nasabah dan hal ini tidak boleh dilakukan jika baru dalam tahapan janji nasabah untuk membeli
footnote16 dasar hukum diperbolehkannya mengambil DP saat melangsungkan akad murabahah adalah perbuatan Umar bin Khattab radiallahu anhu di hadapan para sahabat nabi shallallahu alaihi wasallam dan merupakan pendapat imam Ahmad dan telah diterbitkan oleh majma' al-fiqh al-islami addauli nomor 72 tentang DP. jika nasabah membatalkan akad dalam transaksi yang berbasis uang muka (down payment atau orbound) sebaiknya lembaga keuangan setelah mengurangi jumlah kerugian mengenbalikan sisa uang muka (down payment atau orbound) kepada nasabah dan kerugian tersebut adalah selisih antara harga barang yang dibeli oleh lembaga keuangan dan harga jual barang kepada pihak ketiga.
3. Kepemilikan dan penerimaan (Qabdh) oleh lembaga keuangan terhadap barang dan pemberian perwakilan pada keduanya
3.1 Kepemilikan lembaga keuangan terhadap barang sebelum menjualnya melalui akad murabahah
3.1.1 Haram hukumnya lembaga keuangan menjual barang dengan akad murabahah sebelum memilikinya
Footnote 17 dasar hukum diharamkannya menjual barang sebelum memilikinya adalah sabda nabi shallallahu alaihi wasallam
عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ يَأْتِينِي الرَّجُلُ فَيُرِيدُ مِنِّي الْبَيْعَ لَيْسَ عِنْدِي أَفَأَبْتَاعُهُ لَهُ مِنْ السُّوقِ فَقَالَ لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ (رواه الخمسة)
Dari Hakim bin Hizam ra, ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, seseorang datang kepadaku ingin membeli sesuatu yang tidak aku miliki, apakah boleh aku memberlikan untuknya dari pasar?
Beliau bersabda,
‘Janganlah engkau menjual apa yang tidak engkau miliki.’ (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I, Ibnu Majah, & Imam Ahmad bin Hambal)
hadits riwayat Tirmidzi dalam sunan at-tirmidzi jilid 3 halaman 534. dan nabi shallallahu alaihi wasallam melarang seseorang untuk menjual sesuatu yang tidak ia miliki hadis riwayat at Thabrani dalam al mu'jam al ausath jilid 5 halaman 66. Tidak sah lembaga keuangan menandatangani akad murabahah dengan nasabah sebelum lembaga keuangan melakukan akad dengan penjual yang pertama (supplier) untuk pembelian barang objek murabahah. Dan sebelum serah terima barang tersebut baik secara hakiki atau hukmi yang dapat tercapai ketika supplier memberikan kontrol kepada lembaga keuangan atas barang atau dokumen-dokumen yang menunjukkan penerimaan barang lihat pasal 3.2.1. atau 3.2.4. Murabahah juga dianggap tidak sah apabila akad jual beli yang pertama dengan supplier tidak sah, sehingga lembaga keuangan tidak memiliki barang secara sempurna.
3.1.2 Lembaga keuangan boleh melakukan akad dengan penjual (supplier) melalui pertemuan kedua belah pihak dan melakukan akad jual-beli secara langsung setelah melakukan diskusi terkait perinciannya dan boleh juga keduanya melakukan ijab qobul dengan tulisan atau surat-menyurat dengan berbagai bentuk komunikasi modern yang telah dikenal dengan prinsip-prinsip yang diketahui.
3.1.3 Pada dasarnya lembaga keuangan sendiri yang membeli barang secara langsung dari penjual (supplier) dan boleh untuk melakukan transaksi tersebut melalui wakil yang bukan merupakan nasabah murabahah. dan tidak boleh menjadikan nasabah sebagai wakil kecuali ketika ada kebutuhan mendesak. footnote 18 dasar hukum diutamakannya lembaga keuangan menunjuk wakil selain nasabah ketika membutuhkannya untuk melakukan transaksi adalah agar terhindar dari praktek jual beli fiktif atau manipulasi transaksi pembelian yang dilakukan untuk kepentingan nasabah. dan hal ini juga bertujuan agar terlihat bahwa transaksi yang dilakukan oleh lembaga keuangan. Hal ini diutamakannya lembaga keuangan menunjuk wakil selain nasabah diperlukan untuk menunjukkan bahwa lembaga keuangan adalah pembeli barang yang sesungguhnya dan untuk tujuan pemisahan tanggung jawab para pihak yaitu tanggung jawab lembaga keuangan dan tanggung jawab nasabah setelah terjadi akad penjualan. Dan kemudian nasabah yang sebagai wakil lembaga keuangan tidak langsung membeli barang tersebut untuk dirinya sendiri akan tetapi dimiliki terlebih dahulu oleh lembaga keuangan dan kemudian menjualnya kepada nasabah dan dalam hal ini harus memperhatikan pasal 3.1.5.
3.1.4 Pada keadaan nasabah ditunjuk sebagai wakil lembaga keuangan untuk membeli barang murabahah maka harus menerapkan prosedur prosedur yang memastikan syarat-syarat berikut ini terpenuhi, diantaranya :
a. Lembaga keuangan sendiri yang langsung membayar harga barang pada penjual barang murabahah atau supplier
foot note 19 dasar hukum yang mengharuskan lembaga membayar langsung uang pembayaran kepada supplier untuk menghindari syubhat bahwa muamalah atau akad ini pembiayaan berbunga ribawi. tidak dengan menitipkan uang harga barang tersebut pada rekening nasabah yang juga sebagai wakil lembaga keuangan selama hal tersebut memungkinkan.
b. lembaga keuangan harus menerima bukti dokumen dari supplier untuk memastikan jual-beli benar-benar terjadi
3.1.5 Wajib memisahkan antara dua tanggung jawab risiko barang, tanggung jawab lembaga keuangan dan tanggung jawab nasabah sebagai wakil lembaga keuangan untuk membeli barang murabahah untuk kepentingan lembaga keuangan
Footnote 20 dasar hukum wajib adanya pemisahan dua tanggung jawab pada kondisi lembaga keuangan menunjuk wakil dalam melakukan transaksi pembelian adalah untuk menghindari tumpang tindih antara dua tanggung jawab. yaitu dengan adanya jeda waktu antara pelaksanaan perwakilan oleh nasabah untuk membeli dan akad murabahah antara lembaga keuangan dan nasabah. Hal ini diindikasikan melalui bukti pelaksanaan nasabah melakukan akad perwakilan untuk mendapatkan barang dan bukti penawaran untuk membeli barang melalui akad murabahah, lihat lampiran a. kemudian diikuti dengan bukti lembaga keuangan menerima penawaran nasabah untuk membeli dan pelaksanaan akad murabahah, lihat lampiran b.
Footnote 21 dasar hukum wajibnya memisahkan akad mewakilkan kepada nasabah dari akad murabahah adalah untuk menghindari adanya keterikatan antara akad wakalah dengan akad murabahah.
3.1.6 Pada dasarnya dokumen-dokumen, akad-akad ketika melakukan akad pembelian barang harus atas nama lembaga keuangan bukan atas nama nasabah kecuali jika nasabah sebagai wakil lembaga keuangan dalam pembelian
Footnote 22 dasar hukum dokumen-dokumen ditujukan atas nama lembaga keuangan adalah bahwa pembelian dilakukan untuk kepentingan lembaga keuangan
3.1.7 Dibolehkan pada saat lembaga keuangan menunjuk pihak lain sebagai wakil untuk pembelian barang maka kedua belah pihak bersepakat untuk tidak mengumumkan akad perwakilan tersebut, maka wakil akan melakukan perbuatan hukum layaknya muwakkil dihadapan semua pihak dan akan melakukan pembelian secara langsung atas nama dirinya sendiri tetapi untuk kepentingan lembaga keuangan (muwakil) akan tetapi lebih utama wakil menerangkan bahwa dirinya adalah wakil.
Footnote 23 dasar hukum bahwa wakil harus menjelaskan posisi dirinya adalah sebagai wakil dari lembaga keuangan adalah untuk mengendalikan proses transaksi dan untuk menentukan pihak yang akan dirujuk pada saat pelaksanaan akad.
3.2 Serah terima lembaga keuangan terhadap barang sebelum menjualnya dengan akad murabahah
3.2.1 Wajib hukumnya memastikan lembaga keuangan telah menerima barang baik secara hakikat maupun hukmi, sebelum menjualnya kepada nasabah dengan akad murabahah
Footnote 24 dasar hukum wajibnya menerima barang sebelum akad murabahah adalah untuk memastikan tanggung jawab lembaga keuangan atas risiko kerusakan barang sebelum lembaga keuangan menjual kepada nasabah.
3.2.2 Tujuan disyaratkannya penerimaan barang (qabdh) oleh lembaga keuangan adalah agar lembaga keuangan menanggung risiko kerusakan pada barang tersebut dengan demikian barang tersebut tidak lagi menjadi tanggung jawab penjual (supplier) akan tetapi menjadi tanggung jawab lembaga keuangan. Harus jelas perpindahan tanggung jawab atas risiko kerusakan terhadap barang dari pihak lembaga keuangan kepada nasabah sebagai pembeli yang demikian itu melalui tahap-tahap perpindahan barang dari satu pihak kepada pihak lain.
3.2.3 Cara serah terima barang berbeda-beda sesuai dengan keadaan barang dan perbedaan urf untuk serah terima terhadap barang tersebut. Serah terima bisa secara hakiki yaitu dengan mengambil barang tersebut dengan tangan atau memindahkan atau pemindahan kuasa atas barang kepada pihak yang melakukan qabdh atau wakilnya dan serah terima juga bisa secara hukmi yaitu dengan pengosongan di mana pihak penerima dapat melakukan perbuatan hukum walaupun belum terjadi secara fisik.
Footnote 25 dasar hukum dari mencukupkan adanya qabdh hukmi atau serah terima yang menunjukkan berpindahnya kepemilikan dan serah terima barang sesuai adat dan kebiasaannya adalah bahwasanya syariat tidak menentukan atau membatasi tata cara tertentu dalam melakukan serah terima (qabdh) bahkan hal itu diperbolehkan untuk dilakukan sesuai urf dan karena tujuan dari qabdh adalah kemampuan pemilik untuk berbuat sesuai keinginannya terhadap barang tersebut. Maka setiap hal yang dapat membuktikan tersebut dapat disebut sebagai qabdh maka serah terima bangunan properti dapat dengan pengosongan yang memungkinkan untuk melakukan perbuatan hukum atas bangunan tersebut, maka jika pembeli tidak dapat melakukan perbuatan hukum terhadap barang dengan pengosongan maka pengosongan tersebut tidak dianggap sebagai qabdh. Adapun untuk aset bergerak maka serah terimanya disesuaikan dengan kondisi aset tersebut.
3.2.4 Dan termasuk serah terima secara hukmi yaitu lembaga keuangan maupun wakilnya menerima dokumen dokumen pengiriman ketika membeli barang dari luar negeri dan juga penerimaan sertifikat-sertifikat penyimpanan yang dengan sertifikat itu dapat ditentukan dibagian mana keberadaan barang kita dengan formalitas yang sesuai dan layak.
3.2.5 Hukum asalnya lembaga keuangan sendiri yang menerima dari tempat penyimpanan penjual atau dari tempat yang telah ditentukan dalam persyaratan serah terima dan perpindahan tanggung jawab terhadap barang tersebut kepada lembaga keuangan adalah dengan terwujudnya penguasaan barang tersebut kepada lembaga keuangan dan lembaga keuangan boleh mewakilkan kepada orang lain untuk melakukan hal tersebut (menerima barang).
3.2.6 Asuransi terhadap barang murabahah adalah tanggung jawab lembaga keuangan sebelum menjualnya kepada nasabah. Dan lembaga keuangan menanggung biaya asuransi dan menanggung risiko kerusakan terhadap barang karena lembaga keuangan adalah pemilik barang tersebut dan klaim ganti rugi dari asuransi adalah hak lembaga keuangan bukan nasabah murabahah walaupun jumlah klaim lebih tinggi dari harga beli jika terjadi suatu hal yang menyebabkan pergantian sebelum berpindahnya kepemilikan kepada nasabah lembaga keuangan boleh menambahkan biaya asuransi tersebut pada harga barang yang mengakibatkan naiknya harga barang dan asuransi ini harus berdasarkan prinsip syariah jika memungkinkan.
3.2.7 3.2.7 boleh mewakilkan pelaksanaan prosedur untuk mendapatkan asuransi barang pada tahap kepemilikan lembaga keuangan terhadap barang tersebut. Akan tetapi biaya-biaya wajib ditanggung oleh lembaga keuangan
Footnote 26 dasar hukum bahwa lembaga keuangan menanggung biaya asuransi adalah karena hal itu bagian dari konsekuensi kepemilikan terhadap barang.
3.3
4. Tempat pelaksanaan akad murabahah
4.1 Lembaga keuangan tidak boleh menetapkan akad murabahah Lil Amir bisy syira’ terlaksana begitu saja sekedar dengan memiliki barang tersebut, sebagaimana tidak boleh juga mengharuskan nasabah untuk menerima barang serta melakukan pembayaran akad murabahah ketika nasabah enggan untuk melakukan akad murabahah
4.2 Lembaga keuangan boleh meminta kompensasi dari kerugian riil yang timbul akibat nasabah tidak menepati janji yang mengikat untuk membeli barang murabahah
Footnote 27 dasar hukum bahwa lembaga keuangan berhak meminta ganti rugi atau kompensasi pada kondisi nasabah melanggar janji yang mengikat untuk membeli barang adalah karena terjadinya kerugian terhadap lembaga keuangan disebabkan oleh nasabah, yaitu dengan melibatkan lembaga keuangan pada suatu hal yang lembaga keuangan tidak masuk kedalamnya melainkan disebabkan adanya janji dari nasabah resolusi nomor 40 41 yaitu nasabah menanggung selisih harga jual barang kepada pihak lain dengan harga asli yang dibayarkan lembaga keuangan kepada supplier.
footnote 28 dasar hukum pembatasan hak penggantian rugi hanya sebatas perbedaan harga antara harga barang dengan harga jual kepada pihak ketiga adalah karena penggantian yang diperbolehkan hanya sebatas menghilangkan kerugian yang ditimbulkan saja dan karena hak lembaga keuangan atas keuntungan atau apa yang lenyap tidaklah bisa didapat kecuali dengan adanya akad murabahah dan pada kondisi ini akan tersebut tidak terjadi.
4.3 Apabila lembaga keuangan membeli barang dengan cara tidak tunai untuk menjualnya secara murabahah maka lembaga keuangan wajib memberi tahu nasabah tentang hal tersebut. Lembaga keuangan harus menjelaskan dengan rinci ketika akad jual beli mengenai biaya-biaya yang akan dimasukkan pada harga barang
Footnote 29 dasar hukum wajibnya lembaga keuangan memberitahu nasabah apabila lembaga keuangan membeli barang dengan cara tidak tunai dan menjualnya dengan cara murabahah adalah karena akad murabahah merupakan bai’ amanah sehingga lembaga keuangan wajib menjelaskan kepada nasabah tentang harga baik nominal ataupun jenis mata uang dan karena harga pada jual beli tidak tunai biasanya lebih mahal. Lembaga keuangan boleh memasukkan biaya apapun juga yang berkaitan dengan barang apabila nasabah menyetujuinya. Adapun apabila biaya-biaya tersebut tidak dijelaskan maka lembaga keuangan tidak boleh memasukkan ke dalam harga barang kecuali yang berlaku secara sebagai beban dari harga barang tersebut seperti biaya transportasi penyimpanan biaya dokumen-dokumen dan premi asuransi.
Footnote 30 dasar hukum bolehnya lembaga keuangan memasukkan biaya-biaya kedalam harga objek murabahah, jika secara kebiasaan biaya-biaya tersebut merupakan bagian dari harga barang dalam akad murabahah adalah karena biaya biaya yang dibayarkan kepada pihak lain mengikuti pada harga pokok.
4.4 lembaga keuangan tidak berhak menambahkan kedalam harga barang kecuali biaya-biaya yang langsung dibayarkan kepada pihak lain, maka lembaga keuangan tidak boleh misalnya menambahkan kedalam harga barang gaji karyawan lembaga keuangan tersebut atau yang semisalnya
4.5 Apabila lembaga keuangan mendapatkan potongan harga dari penjual maka nasabah juga harus mendapatkan potongan harga tersebut walaupun setelah akad, yaitu dengan mengurangi total harga sebesar potongan harga atau diskon yang diberikan. footnote 31 dasar hukum harusnya nasabah mendapatkan potongan harga apabila lembaga keuangan mendapatkan potongan harga adalah karena murabahah adalah jual beli dengan tambahan margin, oleh karena itu jika harga pembelian sebelumnya berkurang maka harga objek murabahah adalah nilai yang tersisa setelah potongan harga. Dan harga ini adalah harga objek murabahah untuk akad murabahah
4.6 Wajib hukumnya harga barang dan keuntungannya dalam jual beli murabahah ditentukan dan diketahui oleh kedua belah pihak ketika penandatanganan akad murabahah
Footnote 32 dasar hukum wajibnya menentukan harga barang dan keuntungan dalam akad murabahah adalah untuk menghindari jalalah dan goror, tidak boleh dengan alasan apapun untuk tidak menentukan harga barang dan keuntungannya dengan cara merujuk kepada indeks yang tidak diketahui atau indeks harga yang akan ditentukan pada masa yang akan datang. Contohnya melakukan akad jual beli murabahah dan menjadikan standar keuntungannya berdasarkan nilai libor yang akan berlaku pada masa yang akan datang, dan boleh menyebutkan indeks tertentu pada tahap janji untuk akad murabahah untuk sekedar menjadi estimasi besaran margin keuntungan dengan syarat penentuan besaran margin keuntungan adalah pada saat pelaksanaan akad murabahah berdasarkan persentase atau nisbah yang jelas dari biaya pokok dan keuntungan tidak diikat dengan nilai lipor atau dengan waktu.
4.7 Wajib hukumnya keuntungan dalam akad murabahah lil Amir bisy syira’ diketahui dengan rinci tidak cukup sebatas menjelaskan total harga jual dan boleh keuntungan, ditentukan dengan nilai tertentu atau persentase dari harga beli saja atau dari harga beli ditambahkan biaya-biaya
Footnote 33 dasar hukum wajibnya menjelaskan keuntungan dalam akad murabahah secara rinci dan tidak cukup sekadar mengetahui harga pokok dan keuntungan secara global adalah karena akad murabahah merupakan akad jual beli, dimana pembeli mengetahui harga pokok barang dan keuntungan, sehingga wajib dijelaskan kepada pembeli berapa harga pokok dan keuntungan agar tercapai saling ridho dalam akad murabahah, dan penentuan keuntungan ini selesai dengan kesepakatan dan keridhaan kedua belah pihak.
4.8 Boleh disepakati cara pelunasan harga barang pada jual beli murabahah lil Amir bisy syira’ dengan cicilan yang waktunya pendek maupun panjang
Footnote 34 dasar hukum bolehnya menyepakati cara pelunasan harga dengan cara cicilan ini adalah karena murabahah merupakan akad jual-beli yang pembayarannya boleh disegerakan, ditunda dan dicicil. sehingga harga barang tersebut menjadi hutang bagi nasabah yang wajib dibayar pada waktu yang telah disepakati dan tidak boleh setelah itu lembaga keuangan meminta tambahan pembayaran baik dengan sebab penambahan tenggang waktu maupun sebab keterlambatan yang mempunyai alasan maupun yang tidak mempunyai alasan
Footnote 35 dasar hukum haramnya meminta pertambahan pembayaran atas pokok hutang untuk penambahan tenggang waktu adalah bahwa hal tersebut merupakan riba, yaitu riba jahiliyah yang diharamkan.
4.9 Lembaga keuangan bertanggung jawab atas cacat cacat yang tersembunyi yang terdahulu yang diketahui setelah akad, kecuali lembaga keuangan mensyaratkan Al bara'ah berlepas diri dari cacat-cacat tersebut sebagaimana dijelaskan pada pasal 4.10 footnote 36 dasar hukum bolehnya lembaga keuangan boleh mensyaratkan baroah (berlepas diri) dari berbagai aib pada barang, adalah karena pembeli memiliki hak untuk meminta ganti rugi atas aib-aib yang tersembunyi sehingga pembeli juga boleh untuk merelakan hal tersebut dan ini adalah pendapat sebagian ulama lihat al kasaniy dalam kitab badai as shanai jilid 5 halaman 276 adapun cacat-cacat yang terjadi setelah akad dan penerimaan qabdh oleh nasabah maka bukan tanggung jawab lembaga keuangan.
4.10 Lembaga keuangan boleh memberikan syarat dalam akad murabahah lil Amir bisy syira bahwa lembaga keuangan tidak bertanggung jawab dari keseluruhan cacat pada barang maupun sebagiannya tapi tidak dari kerusakan atau penurunan kuantitas yang muncul sebelum qabdh oleh pihak nasabah dan ini dinamakan bai’ul bara’ah. Ketika adanya syarat ini alangkah baiknya lembaga keuangan mengarahkan nasabah untuk komplain kepada penjual pertama (supplier) untuk meminta ganti atas cacat barang, sebagaimana lembaga keuangan berhak mengklaim ganti rugi kepada supplier ketika mendapati cacat pada barang.
4.11 Lembaga keuangan boleh memberi syarat kepada nasabah, bahwa apabila nasabah enggan menerima barang pada waktu yang telah ditentukan setelah pelaksanaan akad murabahah maka lembaga keuangan berhak untuk membatalkan akad atau menjual barang atas nama nasabah, dan lembaga mengambil haknya dari hasil penjualan barang dan kekurangannya wajib ditutupi oleh nasabah
Footnote 37 dasar hukum bolehnya lembaga keuangan mensyaratkan pembatalan akad murabahah, ketika nasabah tidak bersedia menerima barang, adalah karena hukum asal pada syarat-syarat adalah boleh dan sah dan syarat tersebut tidak menghalalkan yang haram dan tidak mengharamkan yang halal. hal ini sesuai dengan hadis Al muslimun ‘ala syurutihim illa syarthan ahalla haraman aw harrama halaalan artinya kaum muslimin wajib memenuhi persyaratan yang mereka sepakati kecuali persyaratan yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal (hadis riwayat Ahmad)
5. Jaminan-jaminan dalam murabahah dan cara mengatasi hutang murabahah
5.1 Lembaga keuangan boleh memberikan syarat kepada nasabah untuk seluruh cicilan menjadi tunai sebelum jatuh tempo, ketika nasabah enggan atau terlambat membayar cicilan tanpa alasan yang dapat diterima setelah berlalunya beberapa waktu berdasarkan surat pemberitahuan dari lembaga keuangan kepada nasabah dalam jangka waktu tertentu setelah tanggal jatuh tempo.
Footnote 38 dasar hukum bolehnya lembaga keuangan memberikan syarat kepada nasabah untuk seluruh cicilan menjadi tunai sebelum jatuh tempo ketika nasabah terlambat membayar cicilan adalah sabda nabi shallallahu alaihi wasallam almuslimuna ‘ala syurutihim kaum muslimin wajib memenuhi persyaratan yang mereka sepakati. pembayaran secara tunda adalah hak pembeli maka ia boleh merelakan hak tersebut jika membayar sebelum waktunya atau membuat pembayaran dari semua cicilan tergantung dari kegagalan pembayaran 1 cicilan.
5.2 Lembaga keuangan selayaknya meminta kepada nasabah jaminan-jaminan syar'i dalam akad jual beli murabahah
Footnote 39 dasar hukum bolehnya lembaga keuangan boleh meminta jaminan-jaminan untuk melunasi utang ketika nasabah wanprestasi adalah bahwa hal tersebut tidak menyelisihi tujuan akad, bahkan memperkuat akad dan jaminan-jaminan tersebut cocok untuk akad utang-piutang. Diantara jaminan jaminan tersebut adalah lembaga keuangan mendapatkan penjamin dari pihak ketiga, atau barang gadai berupa rekening investasi dari pihak nasabah, atau barang gadai dalam bentuk harta apapun yang bergerak maupun yang tidak bergerak (properti) atau objek murabahah (barang yang dibeli) dijadikan sebagai barang gadaian yang bersifat jaminan bukan Pegadaian yang ditahan barangnya (fidusia) atau dengan menahan barang lalu dilepas bertahap sesuai dengan besaran angsuran yang sudah dilunasi.
5.3 Lembaga keuangan boleh meminta kepada nasabah menyerahkan cek atau surat perintah bayar sebelum akad murabahah dilaksanakan sebagai jaminan hutang yang akan terjadi setelah pelaksanaan akad, dengan syarat dituliskan pada akad bahwa lembaga keuangan tidak boleh menggunakan cek atau dokumen tersebut kecuali pada waktu-waktu yang ditentukan untuk pencairannya, tidak boleh meminta jaminan berupa cek di negara-negara yang memungkinkan pencairan cek sebelum waktu yang ditentukan
5.4 Tidak boleh mensyaratkan kepemilikan barang tidak berpindah kepada nasabah kecuali bila nasabah telah melunasi pembayaran harga barang
Footnote 40 dasar hukum tidak bolehnya persyaratan penundaan berpindahnya kepemilikan barang adalah karena hal tersebut menyelisihi tujuan akad jual beli yaitu pemindahan kepemilikan secara langsung akan tetapi boleh penundaan pencatatan barang atas nama nasabah dengan tujuan menjamin pelunasan harga barang
Footnote 41 dasar hukum bolehnya penundaan pencatatan barang atas nama nasabah untuk menjamin pelunasan harga barang adalah bahwa hal tersebut secara syariat tidak mencegah perpindahan kepemilikan kepada pembeli. Lembaga keuangan boleh mendapatkan limpahan kekuasaan dari nasabah untuk menjual barang, apabila nasabah terlambat melunasi harga barang dan lembaga keuangan wajib memberikan kepada pembeli dokumen kepemilikan untuk pengukuhan hak kepemilikan. Apabila lembaga keuangan menjual barang tersebut ketika nasabah tidak dapat melunasi harga barang pada saat jatuh tempo maka wajib bagi lembaga keuangan hanya mengambil sebatas haknya dan mengembalikan sisa kepada nasabah.
5.5 Lembaga keuangan berhak ketika memperoleh barang gadaian dari nasabah mensyaratkan pelimpahan kekuasaan untuk menjual barang gadaian untuk menutupi harga barang ketika nasabah wanprestasi tanpa harus ke pengadilan
5.6 Boleh dicantumkan dalam akad murabahah kewajiban nasabah untuk membayar uang dengan nominal tertentu atau persentase dari hutang dalam rangka berderma ketika nasabah terlambat membayar cicilan pada tanggal jatuh tempo cicilan.
Footnote 42 dasar hukum bolehnya syarat kan bahwa nasabah wanprestasi harus bersedekah, membayar dengan sejumlah uang tambahan atas hutang untuk dialokasikan oleh lembaga keuangan untuk kepentingan sosial adalah bahwa hal ini merupakan komitmen untuk berdherma yang dikenal dalam mazhab Maliki yaitu pendapat abu Abdillah bin an nafs dan Muhammad bin Ibrahim bin Dinar. Uang tersebut harus dialokasikan untuk kepentingan sosial dalam pengawasan dewan pengawas Syariah lembaga keuangan tersebut, dan tidak boleh lembaga keuangan mengambil manfaat dari uang tersebut
5.7 Tidak boleh memperpanjang waktu jatuh tempo pembayaran hutang
Tidak boleh memperpanjang waktu jatuh tempo pembayaran hutang dengan imbalan pertambahan pembayaran hutang ketika dilakukan penjadwalan ulang (rescheduling) baik bagi nasabah mampu maupun tidak.
Footnote 43 dasar hukum haram yang meminta pertambahan pembayaran atas pokok hutang untuk penambahan tenggang waktu bahwa hal tersebut merupakan riba yaitu riba jahiliyah.
5.8 Apabila nasabah tidak membayar cicilan tepat waktu sedangkan dia mampu maka hak lembaga keuangan adalah sejumlah utang saja tidak boleh lembaga keuangan mewajibkan kepada nasabah untuk menambah pembayaran untuk kepentingan lembaga keuangan dengan memperhatikan apa yang telah disebutkan pada pasal 5.6.
5.9 Lembaga keuangan boleh mengurangi harga jual barang ketika pembeli membayar lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan, selama tidak disepakati sebagai syarat yang tercantum dalam akad
Footnote 44 dasar hukum bolehnya diskon atau potongan harga untuk pembayaran lebih awal adalah karena diskon untuk pembayaran lebih awal adalah bentuk pelunasan antara kreditur dan debitur untuk membayar kurang dari jumlah utang hal ini termasuk salah satu sulh (perdamaian) yang dianjurkan syariat, sebagaimana contoh kasus dari ubay bin ka'ab radhiallahu Anhu dan debiturnya di mana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda hapuskan sebagian utangmu (hadits riwayat Bukhari) yang telah menerbitkan resolusi untuk mendukung hukum ini resolusi nomor 64.
5.10 Lembaga keuangan dan nasabah boleh bersepakat untuk pembayaran hutang murabahah dengan mata uang asing yang berbeda dengan mata uang pada saat akad dengan syarat dibayarkan dengan nilai kurs pada saat pembayaran, baik dibayarkan keseluruhannya atau sebesar cicilan. sehingga tidak ada dalam tanggungan pihak yang berhutang dari sisa yang disepakati dari akad sharf tersebut, dan dengan syarat hal tersebut tidak dicantumkan dalam akad
Footnote 45 dasar hukum dibolehkannya membayar hutang dengan mata uang yang lain adalah bahwa hal ini merupakan pelunasan utang dengan membayarkannya hal ini tidak mencakup transaksi yang dilarang terkait hutang baik dalam penjualan atau pembelian. untuk beberapa bentuk yang disebut dalam mikyar, terdapat dalil untuk mendukungnya antara lain hadis riwayat Ibnu Umar radhiallahu anhuma yang mengatakan saya bertemu dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di rumah Hafsah radhiallahu anha dan saya berkata kepadanya, wahai Rasulullah saya ingin bertanya saya menjual unta di baki dengan harga dalam Dinar tetapi saya menerima pembayaran dalam bentuk dirham dan saya menjual dengan harga dalam dirham tetapi saya menerima pembayaran dalam bentuk Dinar, saya ambil ini dari itu dan saya berikan ini dari ini Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda tidak ada larangan bagimu mengambil mata uang lain berdasarkan harga di hari tersebut selama engkau tidak meninggalkan satu sama lain sesuatu yang tersisa berupa utang di antara kalian (hadis riwayat abu Dawud). Beberapa dalam bentuk mikyar adalah bentuk zat off dan ini diperbolehkan
Komentar
Posting Komentar